Administrasi Kepegawaian
A. Pengantar
Belakangan ini mungkin kita semua pernah mendengar kata administrasi atau manajemen
kepegawaian dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi kebanyakan dari
kita tidak tahu akan arti dan makna administrasi kepegawaian tersebut
sehingga tidak tahu apa fungsi dari administrasi kepegawaian itu
sendiri. Padahal hal ini sangat penting dalam mengelola suatu organisasi
khususnya perusahaan sehingga organisasi tersebut bisa sukses.
Tidak
seperti administrasi perkantoran, perbekalan, pemasaran, atau yang
lainnya, administrasi kepegawaian merupaka cabang ilmu administrasi yang
paling menentukan bagi kehidupan suatu organisasi. Sebab, obyek
material administasi kepegawaian pada hakikatnya adalah manusia yang
sekaligus juga obyek atau tujuan kegiatan dari organisasi atau
perusahaan itu sendiri.
Administrasi kepegawaian atau
manajemen kepegawaian ini mencakup banyak hal penting, mulai dari
proses penerimaan tenaga kerja, pembinaan kerja, produktivitas kerja,
pemutusan hubungan kerja sampai yang terakhir yaitu pensiun. Kerena
sangat kompleknya cakupan dari administrasi kepegawaian ini maka di atas
telah disebutkan bahwa administrasi kepegawaian merupaka cabang ilmu
administrasi yang paling menentukan bagi kehidupan suatu organisasi.
B. Pengertian
Menurut
Drs. F.X. Soedjadi, M.PA. manajemen kepegawaian ialah proses kegiatan
yang harus dilakukan oleh setiap pemimpin agar tercapainya tujuan
organisasi seimbang dengan sifat, hakikat dan fungsi organisasi serta
sifat dan hakikat para anggotanya.
Society for Personal Administration di Amerika Serikat memberikan pengertian personal manajemen sebagaimana dikutip oleh Paul Pigors dan Charles A. Myerse dalam hubungan personal administrasion sebagai
berikut: manajemen kepegawaian adalah seni mencari, mengembangkan, dan
mempertahankan tenaga kerja yang cakap dengan cara sedemikian rupa
sehingga tujuan organisasi dan efisiensi kerja dapat tercapai semaksimum
mungkin.
Menurut
Drs. M. Manullang pengertian manajemen kepegawaian adalah seni atau
ilmu perencanaan, pelaksanaan, dan pengontrolan tenaga kerja untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan
meninggalkan keputusan hati pada diri pekerja. Atau dengan kata lain
manajemen kepegawaian adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana
memberikan fasilitas untuk mengembangkan kemampuan dan rasa partisipasi
pekerja dalam suatu kesatuan aktifitas demi tercapainya tujuan.
Dari
ketiga pendapat yang bervariasi itu sebanarnya mempunyai inti atau
pokok yang sama, yaitu kegairahan dan produktivitas kerja maksimum dari
anggaota organisasi yang sekaligus juga berarti mencapai tujuan
organisasi itu sendiri.
C. Setatus dan Sistem Kepegawaian serta Penggajian
1. Status Kepegawaian
Dalam
suatu lembaga atau perusahaan atau yang lebih umum disebut dunia
kepegawaian tidak semua pekerja atau pegawai mempunyai status
kepegawaian yang sama, sehingga muncul hak maupun kewajiban yang
berbeda-beda pula.
Penggunaan
istilah pegawai atau pekerja, kepegawaian atau ketenaga kerjaan pada
hakikatnya secara yuridis tidak mempunyai perbedaan arti dalam kaitannya
dengan kehadirannya di dalam suatu perusahaan, hanya berbeda lingkungan
penggunaannya.
UU
8/1947 tentang pokok-pokok kepegawaian dalam pasal 1 butir a
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pegawai (negeri) adalah orang
yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang
dan diserahi tugas negara dalam suatu jabatan dan digaji menurut
perundang-undangan yang berlaku. Menurut UU 7/1987 butir d pekerja
adalah tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan dan menerima upah.
Sedangkan pengertian tenaga kerja menurut UU 14/1969 tentang
ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja pasal 1 ialah orang yang
mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja
guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
a. Pegawai Percobaan
Pegawai
percobaan bisanya merupakan status pegawai yang tergolong masih baru,
baik di lingkungan lembaga pemerintah ataupun di lingkungan lembaga
swasta.
Status
pegawai percobaan disandang selama pegawai yang bersangkutan sedang
dalam masa percobaan. Nama status kepegawaian di lembaga pemerintah
berbeda dengan status kepegawaian di lembaga swasta . dalam lingkungan
lembaga pemerintah, pegawai dengan status percobaan ini sering disebut
calon pegawai negeri sipil (CPNS). Batas waktu masa percobaan ini
berkisar antara satu hingga dua tahun dengan gaji 80% gaji pokok,
menurut PP 7/1978. Dalam lingkungan lembaga swasta, status pegawai
percobaan ini sering disebut pekerja atau keryawan percobaan. Menurut UU
12/ 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja, masa percobaan karyawan
swasta tidak boleh lebih dari tiga bulan.
Pegawai
dengan status pecobaan secara hukum mempunyai kedudukan yang lemah di
dalam lembaga pemarintah ataupun di lembaga swasta. Apabila ia melakukan
kesalahan, hubungan kerja dengan pihak perusahaan dapat langsung
diputuskan tanpa syarat. Namun apabila dalam masa percobaan itu hasilnya
bagus atau memuaskan, maka untuk masa percobaan tiga bulan untuk
lembaga swasta dan satu sampai dua tahun untuk lembaga pemerintah masa
percobaan yang telah ditentukan akan dihitung sebagai masa kerja.
Adapun gaji atau upah pada umumnya berdasarkan, waktu, harian, atau bulanan.
b. Pegawai Harian
Pegawai
harian adalah orang yang bekerja pada suatu instansi baik pada
lingkungan lembaga pemerintah maupun lembaga swasta. Pegawai dengan
status ini digaji satu hari sekali, dua hari sekali, seminggu sekali,
atau dua minggu sekali tergantung kesepakatan awal. Biasanya pegawai
dengan status ini berlaku asas no work no pay, tidak bekerja tidak ada upah.
Pegawai
dengan status harian dapat dibadekan antara pegawai harian lepas,
pegawai harian sementara, dan pegawai harian tetap. Pegawai harian lepas
secara hukum mempunyai kedudukan yang sangat lemah, sehaigga pemutusan
hubungan kerja oleh perusahaan dapat dilakukan dengan mudah dan tanpa
syarat. Tetapi status hukum ini dapat berubah lebih kuat apabila
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja harian lepas itu tidak dapat
dipisahkan dengan eksistensi perusahaan yang bersangkutan, dan dapat
dibuktikan bahwa pegawai ini telah mempunyai masa kerja secara
terus-menerus sampai lebih dari atau sama dengan satu, dua, atau tiga
tahun.
Berbeda
dengan pegawai harian lepas, pegawai harian sementara mempunyai
kesdudukan hukum yang lebih kuat dan pada umumnya status pegawai ini
senderung dapat ditingkatkan menjadi pegawai tetap. Tetapi di beberapa
perusahaan nasib pegawai ini hampir sama dengan pegawai harian lepas,
sewaktu-waktu dapat diputus hubungan kerjanya. Secara harfiah pegawai
sementara menunjukkan pengertian bahwa ia akan dipekerjakan pada
perusahaan untuk sementara.
Pegawai
harian tetap mempunyai kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan
pegawai harian lepas dan pegawai harian sementara. Pada umumnya pegawai
harian tetap mempunyai masa kerja relatif lama dibandingkan dengan
pegawai harian lepas maupun pegawai harian sementara. Pada umumnya
pegawai harian tetap merupakan peningkatan status dari pegawai harian
lepas. Pekerjaan pegawai harian tetap pada umumnya disebut sebagai
pekerjaan yang bersifat organik karena pekerjaan yang dilakukan oleh
pegawai harian tetap merupakan pekerjaan yang tidak dapat dipisahkan
dari eksistensi perusahaan yang bersangkutan.
c. Pegawai Bulanan
Pegawai
bulanan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga atau perusahaan,
baik negara maupun swasta, dengan menerima upah berdasarkan waktu setiap
bulan sekali. Dengan status ini upah pegawai tidak berdasarkan jumlah
hari kerja tetapi upah dibayarkan sama yaitu sebulan. Walaupun pegawai
tersebut sebulan penuh tidak masuk karena libur atau alasan lain jumlah
upah yang dibayarkan tetap sama dengan pegawai yang satu bulan penuh
masuk.
Pegawai
bulanan pada umumnya pegawai tetap, kecuali pegawai di lingkungan
lembaga pemerintah sebagai diatur dalam PP 7/1977 tentang peraturan gaji
pegawai negeri sipil dalam status CPNS. Di beberapa perusahaan status
pegawai bulanan itu merupakan peningkatan dari status pegawai harian
tetap, setelah dipenuhi persyaratan tertentu.
Di
sementara perusahaaan besar, pegawai bulanan juga diberi hak pensiun,
yang besarnya tergantung pada kemampuan perusahaan yang bersangakutan.
Sedangkan bagi pegawai negeri sipil hak pensiun diatur dalam UU 32/1969
tentang pensiun pegawai negeri sipil. Berdasarkan UU 32/1969 pegawai
negeri sipil yang diberhentikan dengan hormat berhak memperoleh uang
tunggu, apabia umur dan masa kerja yang di syaratkan belum dapat
dipenuhi.
d. Pegawai Borongan
Pegawai
borongan ialah yang bekerja pada suatu lembaga atau perusahaan, baik
negara maupun swasta, dengan menerima upah berdasarkan hasil kerja yang
dicapainya. Jadi kadang besar upah pegawai ini lebih besar atau lebih
kecil dari upah rata-ratayang diterimanya setiap hari.
Kedudukan
hukum pegawai borongan dalam hubungannya dengan perusahaan pada umumnya
tidak berbeda dengan kedudukan hukum pegawai harian maupun bulanan,
hanya berbeda dengan pegawai harian lepas. Dengan kedudukan hukum
seperti itu, hak dan kewajiban pegawai borongan sama dengan hak dan
kewajiban pegawai harian dan bulanan.
e. Pegawai Musiman
Pegawai
musiman ialah orang yang bekerja pada suatu lembaga atau perusahaan,
baik negara maupun swasta selama jangka waktu tertentu. Pegawai musiman
banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan yang kegiatan operasiaonalnya
bersifat musiman, misalnya perusahaan-perusahaan perkebunan, garam,
soda, dan sebagainya.
Sesuai
dengan macam pekerjaan yang dilakukan, upah yang diterima pegawai
musiman dapat bersifat borongan, harian, ataupun bulanan.
Di
beberapa perusahaan tertentu pegawai musiman dapat bekerja pada
perusahaan yang bersangkutan pada tahun-tahun berikutnya, sejauh
hubungan pegawai itu dengan perusahaan, karena sesuatu alasan, tidak
pernah terputus. Dengan sistem hubungan kerja seperti itu, pegawai
musiman juga mempunyaihak untuk memperoleh pensiun dan hak-hak lain
seperti yang dapat diperoleh pegawai harian atau pegawai tetap. Besarnya
pensiun diperhitungkan berdasarkan lama kerja yang dimiliki setiap
tahunnya.
2. Sistem Kepegawaian
Pegawai
merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan baik
perusahaan negara maupunperusahaan swasta. Walaupun sedimikian
canggaihnya tehnologi saat ini, tanpa kehadiran pegawai semua itu belum
mempunyai arti apa-apa. Karena sangat pentingnya pegawai dalam suatu
perusahaan, maka untuk ini dapat digunakan berbagai sistem kepegawaian,
antara lain sistem kawan, sistem kecakapan, dan sistem karier.
a. Sistem Kawan (Patronage System)
Sistem
kawan merupakan suatu sistam kepegawaian yang bersifat subyektif,
artinya pengangkatan seorang pegawai berdasarkan atas hubungan pribadi
antara pihak yang mengangkat dengan yang diangkat. Sistem kepegawaian
yang subyektif ini dapat dibedakan antara yang bersifat politis dengan
yang bersifat nonpolitis.
Sistem yang bersifat politis dikenal dengan istilah spoil system, diambil dari ucapan senator Wiliam L. Mercy dari New York: To the victor belongs the spoilof war (semua
rampasan perang menjadi milik yang menang). Menurut sisitem ini
pengangakatan seseorang didasarkan atas jasanya terhadap kemenangan
partai.
Sistem kepegawaian yang bersifat nonpolitis biasa dikenal dengan istilah “nepotisme”. Kata nepotisme berasal dari kata Inggris nepotism, yang akar katanya nepos atau kemenakan.
b. Sistem Kecakapan (Merit System)
Berbeda
dengan sistem kawan, sistem kecakapan bersifat obyektif. Pengangkatan
seorang pegawai didasarkan pada kecakapan yang dimiliki. Ukuran awal
untuk mengetahui kecakapan seorang calon pegawai antara lain adalah
ijazah yang dimiliki atau hasil tes yang dicapainya.
Dalam
praktek kepegawaian, sistem ini bukan saja dipergunakan pada
pengangkatan pertama seorang pegawai, tetapi juda pada proses
kepegawaian berikutnya, antara lain untuk menentukan kenaikan gaji,
kenaikan tingkat, dan sebagainya.
c. Sistem Karier (Career System)
Menurut
sistem karier ini seseorang diterima menjadi pegawai karena
pertimbangan kecakapan. Kesempatan untuk mengembangkan bakat serta
kecakapan terbuka selama pegawai mampu bekerja. Pangkatnyapun dapat
dinaikkan setinggi mungkin. Sistem ini merupakan konsekuensi logis dari
sistem kepegawaian yang berdasarkan kecakapan.
3. Sistem Penggajian
Penggajian
merupakan suatu hal yang wajib diberikan kepada pekerja baik sebelum
maupun setelah pekerjaan diselesaikan. Tanpa adanya gaji atau upah
manusia tidak akan mau disuruh untuk bekerja. Karena, pada hakikatnya
manusia hidup di dunia ini adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
yaitu salah satunya dengan bekerja yang pada akhirnya mendapatkan gaji
untuk melangsungkan kehidupannya.
a. Upah atau Gaji
Apabila
seseorang melakukan pekerjaan bagi orang lain, penghasilan yang
diperolehnya disebut gaji atau upah. Kata gaji dan upah sesungguhnya
berbeda, tetapi bagi seorang pegawai mempunyai arti yang sama, karena
kedua kata itu menujukkan nilai yang sama, yaitu imbalan atas hasil
pekerjaan yang telah dilakukannya untuk orang lain.
Perbedaan
penggunaan istilah upaha atau gaji banyak ditentukan oleh status
lembaga atau perusahaan yang bersangkutan. Istilah gaji dipergunakan di
lingkungan lembaga pemerintah atau perusahaan negara, sedangkan istilah
upah banyak dipergunakan di lingkungan perusahaan swasta.
Drs. F.X. Soedjadi, M.PA. dalam bukunya Pokok-pokok Manajemen Kepegawaian memberkan
pengertian yang berbeda mengenai upah dan gaji, sekalipun pada dasarnya
keduanya mempunyai esensi yang sama. Upah adalah jumlah seluruh uang
yang ditetapkan dan diterimakan seseorang sebagai pengganti jasa yang
telah dikeluarkan oleh tenaga kerja selama jangka waktu tertentu dan
dengan syarat tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan gaji ialah suatu
jumlah uang yang ditetapkan dan diterimakan sebagai pengganti jasa bagi
pemanfaatan tenaga kerja dengan tugas-tugas yang sifatnya lebih konstan.
Menurut Drs. F.X. Soedjadi, M.PA. untuk mendorong semangat
kerja pegawai agar produktivitas meningkat maka dalam penyusunan
program pemberian upah dan gaji pemimpin harus memakai dasar-dasar yang
tepat. Adapun dasar-dasar itu ialah:
1) Gaji yang sama harus diberikan untuk pekerjaan yang sama pula (equel pay for equel work).
2) Gaji atau upah minimum harus mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari pekerja atau pegawai beserta keluarganya.
3) Perbedaan
yang mencolok antara gaji dikantor-kantor pemerintah dan gaji di
perusahaan-perusahaan swasta atau perusahaan negara harus dihindarkan
sebab perbedaan yang mencolok itu akan menimbulkan
kegoncangan-kegoncangan dan tendensi larinya pegawai ketempat-tempet
yang memberi gaji lebih tinggi.
b. Bentuk dan Komposisi Upah atau Gaji
Upah atau gaji yang dijumpai dalam sistem pengupahan di berbagaiperusahaan adalah:
1) Dalam bentuk uang
Upah
atau gaji dalam bentuk uang selain mempunyai kelebihan juga mempunyai
kekurangan. Kelebihan dari uang ialah mudah ditukar-tukar dengan materi
lain dan mudah dibawa kemana-mana. Sedangkan kekurangannya tampak pada
saat terjadinya inflasi, yaitu nilai real dari upah itu merosot.
Struktur upah dalam bentuk uang tersusun dari berbagai komponen upah, yaitu:
a) upah pokok
b) tunjangan keluarga
c) tunjangan anak
d) tunjangan kemahalan
e) uang makan
f) uang transpor
g) uang servis
h) tunjangan kerajinan
i) tunjangan pisah keluarga
j) tunjangan bahaya
k) tunjangan jabatan
l) tunjangan variabel
2) Dalam bentuk barang
Upah
dalam bentuk barang biasanya banyak dijumpai di daerah pedesaan.
Biasanya upah ini berbentuk barang kebutuhan pokok atau kebutuhan
sehari-hari. Biasanya dalam bentuk makanan.
3) Dalam bentuk uang dan barang
Pengupahn
dalam bentuk ini biasanya dilakukan diperusahan-perusahaan perkebunan.
Hal ini di maknudkanuntuk membantu para pekerja dalam memperoleh
barang-barang perkebunan terdsebut, karena barang-barang itu tidak dapat
di beli di daerah perkebunan.
4) Dalam bentuk kesempatan untuk menikmati suatu faktor produksi
Upah
ini biasanya dijumpai di daerah-daerah pedesaan. Biasanya pamong desa
mendapat upah seperti ini, yaitu berupa tanah garapan. Tetap, sesuai
dengan perkembangan sistem pemerintahan dan demi pembangunan nasional
dewasa ini berangsur-angsur ditiadakan.
c. Sistem Pengupahan atau Penggajian
Pengupahan
merupakan salah satu hal terpenting yang harus ada dalam suatu
perusahaan, tanpa adanya pengupahan maka konsekuensinya iatialah
pekerja atau pegawai dalam dunia ini tadak akan pernah ada. Sistem
pengupahan dapat di bagi menjadi empat golongan, diamtaranya:
1) Sistem pengupahan menurut waktu
Sistem
pengupahan menurur waktu merupakan sistem pengupahan yang didasarkan
atas waktu lama para pekerja bekerja. Hasil pekerjaan tidak merupakan
ukuran khusus. Sehingga dalam sistam ini pekerja cenderung tidak
mempunyai daya dorong yang mengarah ke perubahan lebih baik.
2) Sistem pengupahan menurut hasil kerja
Dalam
sistem ini pengupahan di dasarkan atas hasil kerja dari masing-masing
pekerja. Dengan sistem ini pekerja akan cederung lebih giat dalam
bekerja, karena siapa yang banyak menghasilkan hasil produksi maka
upahnya semakin besar juga.
3) Sistem pengupahan menurut setandar waktu
Dengan
sistem ini, upah dibayarkan berdasarkan waktu yang telah
disetandarisasi guna menyelesaikan suatu pekerjaan. Upah dalam sistem
ini pada umumnya berbentuk premi atau bonus, di samping upah yang telah
disetandarisasi.
4) Sistem pengupahan menurut kerja sama pengusaha dan pekerja
Sistem
ini meliputi pembagian keuntungan yang pembayaranya dilakukan kemudian
sebagai tambahan atau dikombinasi dengan sistem pembayaran upah yang
telah diutarakan di atas. Pembayaran upah dengan sistem ini biasanya
disebut tunjangan atau fringe benefits atau pembayaran tidak langsung.
D. Proses Penerimaan Tenaga Kerja
1. Penarikan Tenaga Kerja
Apabila suatu perusahaan memerlukan tenaga kerja baru, maka akan diusahakan untuk
menarik atau mencari tenaga yang di hararapkan dapat melaksanakan tugas
dengan baik. Langkah ini sebenarnya merupakn langkah kedua, sedangkan
langkah pertama ialah menentukan keadaan dan sifat pekerjaan yang lowong
serta keadaan dan sifat atau kecakapan orang/tenaga kerja yang
diharapkan sanggup melakukan pekerjaan itu. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sesungguhnya pencarian atau penarikan tenaga kerja di
lakukan setelah diketahui kualifikasi yang harus dimiliki tenaga kerja
yang akan dicari, antara lain menyangkut pengetahuan, pengalaman,
kepribadiannya dan sebagainya.
2. Sumber-sumber Tenaga Kerja
Setelah
perusahaan mengetahui kualifikasi yang perlu dimiliki oleh seseorang
untuk memangku suatu jabatan, maka selanjutnya pihak perusahaan dalam
hal ini adalah manajer kepegawaian berusaha mendapatkan tenaga kerja
atau calon pegawai/pekerja yang dibutuhkan. Dalam hal ini pihak
perusahaan dapat memilih tenaga kerja dari dua macam sunber, yaitu dari
dalam dan dari luar perusahaan tersebut. Sumber tenaga dari dalam yaitu
berasal dari pegawai perusahaan tersebut.
Pada
umumnya apabila dalam suatu perusahaan tersebut tidak ada pegawai yang
dirasa cocok dengan pekerjaan itu, baru kemudian pihak perusahaan
mengangkat atau mencari sumber dari luar, antar lain:
a. Teman-teman Pegawai Perusahaan
b. Badan-badan Penempatan Tenaga
c. Lembaga Pendidikan
3. Seleksi dan Orientesi
Setelah
pihak memperoleh calon pekerja atau pegawai selanjutnya perusahaan
menyelanggarakan seleksi yang kemudian diteruskan dengan orientasi.
Seleksi ini dimaksudkan untuk memilih bibit-bibit unggul. Tetapi pada
umumnya seleksi dilaksanakan apabila pendaftar lebih dari jumlah
lowongan yang tersidia dalam perusahaan yang bersangkutan.
Selanjutnya,
setelah pekerja baru yang telah lolos seleksi pada umunya harus
mengikuti orientasi. Orientasi ini bertujuan untuk menyesuaikan
pekerja/pegawai baru kepada lingkungan perusahaan yang bersangkutan.
Sehingga diharapkan pekerja/pegawai baru ini bisa bekerja dengan nyaman.
E. Pembinaan Tenaga Kerja
Pada
umunya pengalaman kerja bagi para pekerja baru masih sangat minim.
Sehingga dari masalah ini pihak perusahaan berusaha untuk membina tenaga
kerja barunya sebaik mungkin. Hal ini bertujuan agar kedua belah pihak,
yaitu pegawai dan perusahaan tidak dirugikan.
Salah
satu pembinaan yang diberikan kepeda tenaga kerja yaitu kemanan dan
keselamatan kerja. Dengan adanya pembinaan tenaga kerja ini, dari kedua
belah pihak yaitu pegawai dan perusahaan akan merasa lebih tentram dan
lebih aman. Sehingga mereka tidak khawatir akan acaman yang mungkin akan
menimpa diri mereka.
Adapun
progam keamanan dan keselamatan kerja dapat terlaksana, diperlukan
penanganan yang baik dalam bentuk Panitia Pembina Keselamatan Kerja atau
Safeti Committee. Adapun fakto-faktor keselamatan dan keamanan kerja yang harus diperhatikan oleh Panitia Pembina Keselamatan Kerja, antara lain:
1. Tata ruang kerja
Tata
ruang yang baik ialah tata ruang yang dapat mencegah timbulnya gangguan
keamanan dan keselamtan kerja bagi semua pegawi atau pekerja yang
bekerja di dalamnya. Misalnya, penempatan barang berbahaya pada tempat
yang aman, jalan-jalan yang dipergunakan untuk lalu lalang diberi tanda
khusus, dan lain sebagainya.
2. Pakaian kerja
Dalam
hal pakaian, misalnya penggunaan pakaian yang tidak terlalu longgar,
penggunaan sepatu bersol rendah untuk mengurangi timbulnya kecelakaan
terpeleset, dan masih banyak contoh lainya.
3. Alat pelindung diri
Alat pelindung diri, misalnya kaca mata, sepatu pengaman sarung tangan, dan lain sebagainya.
4. Lingkungan kerja
Untuk
menciptakan suasana yang kondusif dalam lingkungan kerja maka perlu
diperhitungakan tentang masalah udara di lingkungan kerja tersebut,
suara yang selalu yang berujuan untuk meningkatkan produktivitas, cahaya
yang cukup, dan juga warna-warna yang dapat membangkitkan semangat bagi
para pegawai atau pekerja.
F. Produktivitas Kerja
1. Makna Produktivitas Kerja
Mengenai
arti atau makna tentang produktivitas, rumusan yang diberikan oleh
sarjana yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Pengertian atau makna
produktivitas pada umumnya lebih dikaitkan dengan pandangan produksi dan
ekonomi, sering pila dikaitkan dengan pandangan manusiawi (sosialogi)
bahkan juga dengan falsafah hidup.
Menurut
Prof. Luis Saburin pada Asia Produktivity Congress mengemukakan,
“Pengertian umum mengenai produktivitas adalah rasio antara hasil
produksi (output) dengan seluruh biaya produksi (input).
Pada
kesempatan yang sama R. Saint Paul mengatakan, “Devinisi produtivitas
sangat sederhana, yaitu perbandingan antara hasil yang diproduksi dan
jumlah kerja yang dikeluarkan untuk memproduksinya, atau dalam
pengertian yang lebih umum, rasio antara kepuesan yang dikehendaki dan
pengorbanan yang dilakukan.”
George J. Washnis dalam bukunya Produktivity Improvemen Handbook menyatakan,
“ produktivitas mengandung dua konsep, yaitu efisiensi dan efektivitas.
Efisiensi mengukur tingkat sumber daya, baik manusia, kauangan ,muapun
alam, yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat pelayanan yang dikehendaki;
efektivitas mengukar hasil dan mutu pelayanan yang dicapai.”
Di
antara pendapat di atas mengenai rumusan-rmusan produktivitas memeng
terdapat sutau perbedaan. Tapi pendapat itu mempunyai inti ynga sama,
yaitu rasio antara produksi yang dapat dihasilkan dengan keseluruhan
biaya yang telah dikeluarkan untuk keperluan produksi itu atau rasio
antara seluruh kepuasan yang dapat diperoleh dengan pengorbanan yang
telah diberikan.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
1) Keterampilan
Keterampilan
atau kemampuan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya
merupakan faktor yang sangat perlu agar dapat diperoleh hasil seperti
yang diharapkan. Kemampuan dan kecakapan kerja yang dimiliki oleh
seorang pegawai diperoleh karena bakat dan atau pengetahuan serta
pengalaman.
Kadang
keterampilan tidak berasal dari bakat melainkn dari latihan dan
pendidikan yang didapatnya. Sehingga di sinilah tugas penting dari
seorang menejer kepegawaian untuk melaksanakan program pendidikan dan pelatihan sesuai dengan pendidikan atau kemampuan yang dimiliki pegawai atau pekerja.
2) Kesediaan Pegawai untuk Melaksanakan Tugas dengan Penuh Semangat dan Tanggung Jawab
Kesediaan
pegawai untuk melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan tanggung
jawab dapat diharapkan apabila pegawai atau pekerja merasakan kebutuhan
hidupnya, baik fisik maupun nonfisik, relatif terpenuhi. Adapun
kebutuhan hidup pegawai yang sangat penting adalah:
a) Kebutuhan Hidup yang Bernilai Psikologis
(1) Kebutuhan akan rasa aman (a sense of scurity)
(2) Kebutuhan akan perasaan berhasil (a sense of success)
(3) Kebutuhan untuk diperlakukan sebagai teman sejawat/warga (a sense of belongingness)
b) Kebutuhan Hidup yang Bernilai Ekonomis dan Bersifat Fisik
Kebutuhan
ini merupakan bentuk kebutuhan yang dapat dinilai dengan uang atau
suatu fasilitas untuk memperoleh uang. Yang termasuk dalam kebutuhan ini
ialah upah, jaminan sosial, dan berbagai tunjangan dan insentif dalam
bentuk uang atau sesuatu yang dapat dinialai dengan uang.
Adapun
kebutuhan yang bersifat fisik yang memungkinkan pegawai bersedia
bekerja dengan penuh semangat meliputi tata ruang kerja, pakaian kerja,
alat pelindung diri, dan lingkungan kerja seperti udara, suara, cahaya,
warna, bahan-bahan dan alat-alat kerja yang dipergunakan dalam
perusahaan.
Menurut Drs. Alex S. Nitisemito dalam bukunya Manajemen Personalia cara untuk meningkatkan semangat dan gairah kerja pegawai, yaitu:
(1) memberi gaji yang cukup
(2) memperhatikan kebutuhan rohani pegawai
(3) sekali-sekali menciptakan suasana santai
(4) meperhatikan harga diri pegawai
(5) menempatkan posisi pegawai pada posisi yang tepat
(6) memberi kesempatan untuk maju
(7) memupuk perasaan aman menghadapi masa depan
(8) mengusahakan loyalitas pegawai
(9) mengajak berunding para pegawai
(10) memberi insentif secara terarah
(11) memberi fasilitas yang menyenagkan
b. Berbagai Petunjuk Turunnya Produktivitas
1) Menurunnya Presensi
Menurunya gairah kerja pegawai dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
kesehatan pegawai terganggu, musim panen tiba sehingga banyak pegawai
memanfaatkan kesempatan itu untuk memperoleh penghasilan yang relatif
lebih besar. Apa pun faktor penyebabnya, menurunya tingkat presensi
tanpa diketahui sebelumnya oleh pimpinan perusahaan dapat mengganggu
program kerja.
2) Meningkatnya Labour Turnover (kecendungan pekerja untuk melepaskan diri)
Kalau
presensi pegawai menurun karena mereka tidak memperoleh kepuasan
sebagaimana diharapkan, pada hakikatmya keadaan serupa itu menunjukkan
langkah awal dari keinginan pegawai yang bersangkutan untuk pindah ke
perusahaan lain yang diharapkan dapat memberi fasilitas lebih baik, yang
baisa dikenal dengan istilah labour turnover.
3) Meningkatnya Kerusakan
Apabila
pegawai dihadapkan pada suatu ketimpangan antara harapan dan
kenyataan,maka ketelitian kerja dan rasa tanggung jawab terhadap hasil
kerjanya cenderung menurun. Sehingga sering terjadi kesalahan-kesalahan
dalam melakukan pekerjaan. Akibat lebih lanjutm yaitu timbulnya
kerusakan yang melebihi batas normal. Apabila keadaan ini tidak segera
diatasi, kerugian cenderung bertambah, berarti produtivitas pun menurun.
4) Timbulnya Kegelisahan, Tuntutan, Pemogokan
Kegelisahan
kerja wajar dialami oleh pegawai apabila mereka merasakan bahwa
pimpinan perusahaan enggan memberikan perhatian terhadap keinghinan dan
hak-haknya. Sehingga pada suatu saat wajar apabila para pegawai ini
mengajukan tuntutan terhadap perusahaan. Apabila dengan cara ini tidak
dapat mencapai apa yang diharapkan maka akan timbul pemogokan. Suatu
pemogokan, apa pun bentukanya pasti sedikit banyak akan mempengaruhi
produktivitas. Sehingga pada akhirnya akan menyebabakan kerugian bagi
perusahaan.
G. Pemutusan Hubungan Kerja
Ada
awal pasti juga ada akhir, begitu juga halnya bekerja ada penerimaan
kerja dan ada pula pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja
bisa dangan hormat dan bisa juga dengan tidak hormat. Pemutusan kerja
dengan predikat “dengan hormat” biasanya diberikan apabila pemutusan
kerja dilakukan di luar kesalahan pekerja. Sebaliknya pemutusan kerja
dengan predikat “dengan tidak hormat” pada umumnya diberikan apabila
pemutusan kerja karena kesalahan perkerja.
Dalam pemutusan hubungan kerja pasti ada alasan-alasannya, alasan-alasan pemutusan hubungan kerja itu diantaranya:
1. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Keinginan Pengusaha
a. pekerja tidak cakap dalam masa percobaan
b. adanya alasan-alasan mendesak
c. pekerja sering mangkir
d. pekerja di tahan oleh alat negara
e. pekerja dihukum oleh hakim
f. pekerja sering sakit
g. pekerja berusia lanjut
h. pengurangan tenga kerja
2. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Keinginan Pekerja
a. pegawai tidak cocok dengan situasi dan kondisi perusahaan
b. pegawai pindah karena mengikuti keluarga
c. pegawai bekerja karena alasan mendesak
3. Pemutusan Hubungan Kerja Karena Alasan Lain
a. pekerja meninggal dunia
b. perjanjian kerja berakhir
c. pekerjaan telah seleisai
H. Pensiun
Pada
hakikatnya pensiun merupakan jaminan hari tua, jaminan hari tua itu
sendiri adalah jaminan yang diberikan sebagai balas jasa terhadap
pegawai negeri yang telah bertahun-tahun mengabdi kepada negara[1]. Secara umum pensiun berarti jaminan hari tua yang diberikan sebagi balas jasa terhadap pegawai/pekerja yang telah bertahun-tahun mengabdi kepada pengusaha.
Sebenarnya
program pensiun bukan hanya menguntungkan pihak pegawai atau pekerja
saja, tetapi juga menguntungkan pihak perusahaan itu sendiri. Pekerja
merasa diuntungkan karena mereka mempunya jaminan tua yang bisa
digunakan untuk mencukupi kebutuhan di masa tua.
Untuk
pihak perusahaan juga merasa diuntungkan karena pihak perusahaan
mendapatkan hasil dari produktivitas pekerja yang diharapkan. Karena
pada dasarnya kebanyakan pekerja apabila di perusahaan tersebut mendapat
jaminan pensiun otomatis para pekerja bekerja secara opimal sehingga
pada akhirnya hasil pekerjaannya pun menjadi seperti yang diharapkan
oleh pihak perusahaan. Selain itu program pensiun juga dapat
menguntungkan masyarakat apabila dana pensiun perusahaan dikelola oleh
asuransi sosial.
Sekalipun
begitu banyaknya manfaat dari program pensiun ini, di Indonesia masih
banyak perusahaan yang belum menerapkan program ini. Banyak alasan bagi
perusahn untuk tidak menerapkan program ini, antara lain karena alasan
keterbatasan dana dan juga kelangsungan perusahaan masih memerlukan
perjuangan.
DAFTAR PUSTAKA
Saksono, Slamet. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius, 1988.
Tayibnapis, Burhanudin A. MPH. Administrasi Kepegawaian: Suatu Tinjauan Analitik. Jakarta: Pradnya Paramita, 1995.
Credit: http://kumpulanartikel-artikel.blogspot.com/2008/02/administrasi-kepegawaian.html