PANCASILA
SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN KEHIDUPAN BERAGAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila merupakan sumber nilai
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa
Indonesia. Artinya seluruh tatanan
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar
moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk, benar salahnya sikap,
perbuatan dan tingkah laku warga masyarakat bangsa Indonesia.
Selain sebagai sumber nilai,
pancasila berperan pula sebagai kerangka acuan pembangunan. Ada dua fungsi dari pancasila sebagai
kerangka acuan: pertama, Pancasila menjadi dasar visi yang memberi inspirasi
untuk membangun suatu corak tatanan sosial-budaya yang akan datang, membangun
visi masyarakat Indonesia di masa yang akan datang; kedua, Pancasila sebagai
nilai-nilai dasar menjadi referensi kritik sosial-budaya.
Peranan dari Pancasila yang jauh
lebih besar adalah pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa, mulai dari
pembangunan pendidikan, ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, ketahanan
nasional, hukum, ilmu dan teknologi, hingga kehidupan beragama.
Telah kita ketahui bersama bahwa
bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural, baik dari segi etnis, bahasa,
agama, suku, ras, adat, dan lain sebagainya.
Namun, tak semua masyarakat menyadari akan perbedaan tersebut dan
kemajemukan Bangsa Indonesia, sehingga yang terjadi adalah timbulnya berbagai
konflik di berbagai daerah yang disebabkan oleh SARA. Selain itu, penyebab
utama timbulnya konflik yang berbau SARA, khususnya pada agama adalah minimnya
pemahaman dan pengamalan akan sila pertama Pancasila oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Minimnya rasa
toleransi pun menjadi salah satu unsur penyebab konflik agama.
Untuk menghidupkan kembali dan membangun
paradigma kehidupan masyarakat yang
beragama dan kerukunan antar umat beragama maka dalam pelaksanaannya di dalam
masyarakat nilai-nilai Pancasila harus ada dalam proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan maupun dalam evaluasinya. Untuk mengetahui lebih mendalam, maka makalah
ini membahas mengenai pancasila sebagai paradigma pembangunan kehidupan
beragama.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama?
2.
Bagaimana keadaan pluralisme agama di dalam
masyarakat?
3.
Bagaimana keadaan kerukunan umat beragama di
Indonesia?
4.
Apa saja konflik antar umat beragama di
Indonesia?
5.
Apa solusi dari konflik antar umat beragama di
Indonesia tersebut?
C. Tujuan
1.
Mengetahui definisi Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Kehidupan Beragama
2.
Mengetahui keadaan pluralisme agama di dalam
masyarakat
3.
Mengetahui keadaan kerukunan umat beragama di
Indonesia
4.
Mengetahui berbagai konflik antar umat beragama
di Indonesia
5.
Mengetahui solusi dari konflik antar umat
beragama di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan
Beragama
1.
Paradigma Pembangunan
Kata paradigma (paradigm)
mengandung arti model, pola atau contoh. Dalam kamus umum bahasa Indonesia
paradigma diartikan sebagai seperangkat unsur bahasa yang sebagian bersifat
konstan (tetap) dan sebagian berubah-ubah. Paradigma dapat juga diartikan
sebagai suatu gagasan sistem pemikiran (kerangka berfikir). Menurut Thomas S.
Kuhn, paradigma adalah asumsi-asumsi teoritis (suatu sumber nilai), yang
merupakan sumber hukum, metode, tata cara penerapan dalam ilmu tersebut.
Sedangkan menurut Drs. Kaelan, MS. Paradigma
berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian
sumber nilai kerangka berfikir, orientasi dasar, sumber, asas, serta arah dan
tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang
tertentu termasuk dalam bidang pembangunanm, reformasi, maupun dalam
pendidikan.
Sedangkan kata pembangunan (development) menunjukkan adanya
pertumbuhan, perluasan ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus digali
dan harus dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang. Atas dasar
arti kata pembangunan, dapat dipahami bahwa dalam pembangunan terdapat proses
perubahan yang terus menerus diupayakan untuk meraih kemajuan dan perbaikan
untuk mewujudkan tujuan yang dicita-citakan. Pembangunan adalah usaha manusia
untuk memerangi kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan untuk menuju
masyarakat uang sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Paradigma Pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan sistem
berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan
cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. (Inuk
Inggit Merdekawati, 2008: 26)
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai
dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur
segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini
sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa
Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi
atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan
pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas
dasar hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk
monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri,
antara lain:
a.
Susunan kodrat manusia
terdiri atas jiwa dan raga
b.
Sifat kodrat manusia
sebagai individu sekaligus sosial
c.
Kedudukan kodrat manusia
sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan
itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek
ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan
harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan
dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Pembangunan, meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya,
ketahanan nasional, hukum, ilmu dan teknologi, hingga kehidupan beragama. (
http://agusyantono.wordpress.com)
2.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila-sila dalam Pancasila bermuatan nilai-nilai antara lain:
nilai-nilai religius (sila 1), nilai-nilai human (sila 2), nilai-nilai
kebangsaan (sila 3), nilai-nilai demokrasi (sila 4), nilai-nilai keadilan (sila
5). Untuk paradigma pembangunan
kehidupan beragama, sangat berkaitan erat dengan Pancasila, sila pertama yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. (Dwi Siswoyo,
2008: 131)
Uraian atau penjelasan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
a.
Merupakan bentuk keyakinan sebagai hak yang
paling asasi yang berpangkal dari kesdaran manusia sebagai makhluk Tuhan
b.
Negara menjamin kebebasan setiap penduduk utnuk
beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing
c.
Tidak boleh melakukan perbuatan yang anti
ketuhanan dan anti kehidupan beragama
d.
Mengembangkan kehidupan toleransi baik intern
umat beragama, antara umat beragama maupun kerukunan antara umat beragama
dengan pemerintah.
Searah dengan
perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam beberapa
point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila, yaitu:
a.
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
c.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra
pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
e.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah
masalah yang menyangkut hubungan
pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
f.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing
g.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa kepada orang lain.
Dari butir-butir
tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama
yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu
dengan agama yang lain. (http://ruwaidah.wordpress.com)
Negara Indonesia
didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan
penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam
a.
Pembukaan UUD 1945 aline ketiga,
Yang antara lain berbunyi:
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa .... “
Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara
Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler.
Sekaligus menunjukkan bahwa negara
Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didirikan atas
landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan atas landasan
Pancasila atau negara Pancasila.
b.
Pasal 29 UUD 1945
1)
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2)
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh
ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan
yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama.
Sedangkan sebaliknya dengan paham
Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan
hidup beragama, kehidupan yang penuh doleransi dalam batas-batas yang diizinkan
oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan
kesejukan di dalam kehidupan beragama.
Untuk senantiasa memelihra dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi
:
1)
Kerukunan hidup antar umat seagama
2)
Kerukunan hidup antar umat beragama
3)
Kerukunan hidup antar umat beragama dan
Pemerintah.
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat
kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya
para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada
pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya.
(http://ayya3.blogspot.com)
c.
Pasal 28E 1945
Pasal 28E berbunyi:
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali”.
Sebuah agama atau kepercayaan bagi setiap individu merupakan panggilan
hati dan jiwa dari dalam yang tidak dapat dipaksakan oleh pihak manapun, oleh
karena itu pasal ini mengatur tentang hak individu untuk bebas memeluk agama
dan menjalankan ibadahnya. Selain itu, dalam pasal ini juga diatur tentang hak
individu untuk bebas memilih pendidikan yang akan diambil, pekerjaan nya,
kewarganegaraan juga masih masuk dalam pasal ini, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya tetapi berhak kembali lagi. Intinya dalam
pasal ini mengatur secara keseluruhan tentang kebebasan individu untuk memilih
pilihan hidupnya. (http://sadewa.blog.uns.ac.id/
)
Pengamalan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilaksanakan menuju ke
arah dan gerak pembangunan, yaitu mencakup tanggung jawab bersama dari semua
golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk secara
terus-menerus dan bersama-sama meletakkan landasan spiritual, moral dan etik
yang kukuh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
B. Pluralisme Agama di Dalam Masyarakat
Pluralisme agama adalah mengakui adanya kemajemukan, keragaman dan
keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi keberbedaan
keyakinan atau agama. Konsekuensi
dari pluralitas agama agama adalah
kewajiban untuk mengakui sekaligus menghormati agama lain, sehingga sikap
keagamaan yang perlu dibangun dalam menghadapi pluralitas agama adalah prinsip
kebeebasan dalam memeluk suatu agama.
Pluralitas
merupakan realitas hidup manusia dan keberadaannya tidak bisa dianulir. Untuk membangun perdamaian adanya kesadaran
pluralisme agama merupakan hal yang mutlak.
Hal yang
harus dilakukan untuk menebarkan kesadaran pluralisme agama di masyarakat adalah:
1.
Sosialisasi kesadaran pluralisme
agama harus ditebarkan pada berbagai elemen yang ada di masyarakat. Karena persoalan kurangnya kesadaran
pluralisme agama bisa terdapat pada siapa saja, maka tidak salah ketika masyarakat
umum mudah terprovokasi isu-isu yang bernuansa primordialisme
2.
Melakukan penguatan kesadaran
pluralisme agama tidak hanya dalam bentuk formal yang dilembagakan seperti atas
nama Lembaga Kajian, Forum Dialog dan semacamnya, karena akan menyebabkan tidak
longgar bahkan terbatas dalam ruang-ruang tertutup. Tapi perlu membumi yang bersifat longgar dan
dapat berakses ke mana saja.
3.
Membuat tema dan program
pluralisme agama yang akrab dengan kehidupan masyarakat dimana kita tinggal
jangan bersifat melangit seperti seminar, diskusi yang dikonsumsi oleh kalangan
terbatas, masyarakat luas tidak ikut mengakses. (Hamdan Farchan, 2005:1)
C. Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
Kerukunan umat
beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya
toleransi agama. Kerukunan umat beragama
bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat
ikut serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup
dinegeri ini.
Ada
tiga kerukunan umat beragama, yaitu sebagai berikut:
1.
Kerukunan
intern umat beragama.
a.
Pertentangan
di antara pemuka agama yang bersifat pribadi jangan mengakibatkan perpecahan di
antara pengikutnya.
b.
Persoalan
intern umat beragama dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan atau tenggang
rasa dan kekeluargaan
2.
Kerukunan
antar umat beragama
a.
Keputusan
Menteri Agama No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama sebagai rule of game
bagi pensyiaran dan pengembangan agama untuk menciptakan kerukunan hidup
antar umat beragama.
b.
Pemerintah
memberi perintah pedoman dan melindungi kebebasan memeluk agama dan melakukan
ibadah menurut agamanya masing-masing.
c.
Keputusan
Bersama Mendagri dan Menag No.l tahun 1979 tentang tata cara pelaksanaan
pensyiaran agama dan bantuan luar negeri bagi lembaga keagamaan di Indonesia.
3.
Kerukunan
umat beragama dengan pemerintah.
a. Semua pihak menyadari kedudukannya masing-masing sebagai komponen
orde baru dalam menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Antara pemerintah dengan umat beragama ditemukan apa yang saling
diharapkan untuk dilaksanakan.
c. Pemerintah mengharapkan tiga prioritas, umat beragama, diharapkan
partisipasi aktif dan positif dalam:
1)
Pemantapan
ideologi Pancasila;
2)
Pemantapan
stabilitas dan ketahanan nasional;
3)
Suksesnya
pembangunan nasional
Sebab-musabab
timbulnya ketegangan intern umat beragama, antar umat beragama, dan antara
umat beragama dengan pemerintah dapat
bersumber dari berbagai aspek antara lain:
1.
Sifat
dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi
2.
Kurangnya
pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain
3.
Minimnya
rasa menghargai para pemeluk agama lain, sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah
agama lain
4.
Kaburnya
batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan
masyarakat
5.
Kecurigaan
masing-masing akan kejujuran pihak lain, maupun antara umat beragama dengan
pemerintah, dan
6.
Kurangnya
saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat (Ajat Sudrajat,
2008:151)
Dalam
menghadapi konflik agama yang terjadi di Indonesia dan sesuai prinsip-prinsip
kerukunan hidup beragama di Indonesia, kebijakan umum yang harus dilaksanakan
adalah sebagai berikut:
1.
Kebebasan
beragama tidak membenarkan menjadikan orang lain yang telah menganut agama
tertentu menjadi sasaran propaganda agama yang lain.
2.
Menggunakan
bujukan berupa memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain
pindah agama adalah tidak dibenarkan.
3.
Penyebaran
pamflet, majalah, buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain
adalah terlarang.
4.
Pendirian
rumah ibadah harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan dihindarkan
timbulnya keresahan penganut agama lain karena mendirikan rumah ibadah di
daerah pemukiman yang tidak ada penganut agama tersebut.
5.
Sasaran
pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan dan ketaqwaan,
kerukunan yang dinamis antar dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual,
moral dan etika bagi pembangunan nasional. Sebagai warga negara Indonesia, umat
Islam Indonesia harus berpartisipasi secara langsung dalam pembangunan negara
Indonesia, bersama pemeluk agama lain. Islam tidak membenarkan umat Islam
bersikap eksklusif dalam tugas dan kewajiban bersama sebagai anggota warga
negara Indonesia.
Manusia
Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi yaitu Pancasila,
hal tersebut sebagai titik tolak pembangunan.
Perbedaan suku, adat dan agama bukanlah menjadi tombak permusuhan
melainkan untuk memperkokoh persatuan. Kerukunan umat beragama dapat menjamin
stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan. Selain itu kerukunan juga dapat dikerahkan
dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
Ketidak
rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama serta mengancam kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Kehidupan keagamaan
dan kepercayaan harus dikembangkan sehingga terbina hidup rukun diantara sesama
umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun
masyarakat. Selain itu, kebebasan
beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman
masyarakat.
D. Konflik Antar Umat Beragama di Indonesia
Konflik yang
disebabkan oleh agama memang kerap terjadi.
Berikut ini, beberapa contoh konflik yang terjadi di Indonesia yang
dilatarbelakangi oleh agama:
1.
Tanggal 10 Oktober 1996 terjadi pembakaran terhadap 24
gedung gereja 17 umat Kristen dan Katolik di daerah Situbondo dan sekitarnya
2.
Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil
Arastamar (SETIA) dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat
kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang
dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun.
Ditambah lagi adanya preman provokator yang melempari masjid dan masuk ke
asrama putri kampus tersebut. Dan bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama,
ujung-ujungnya pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar
secara anarkis.
3.
Perbedaan pendapat antar kelompok–kelompok Islam
seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
4.
Konflik di Ambon yang dalam waktu 2 tahun memakan
korban mencapai 5.000 orang. Konflik di Poso,
jumlah korban yang meninggal dalam 2 tahun mencapai 2.000 orang.
5.
Di Temanggung, penyebaran buku dan
selebaran yang dianggap menistakan agama Islam yang
dilakukan terdakwa Antonius Richmord Bawengan di Temanggung,
Jawa Tengah, diduga sengaja dilakukan untuk menyulut
konflik.
6.
Pada awal Juni 1995 telah terjadi pengrusakan
gedung-gedung gereja di Surabaya.
7.
Tanggal 26 Desember 1996 di Jawa Barat, yaitu
kota Tasikmalaya, massa mengamuk dan menghancurkan berbagai fasilitas umum,
kantor polisi, dan gedung-gedung gereja 15 gereja dirusak dan dibakar serta dua
sekolah Kristen dan Katolik dibakar.
8.
Pertikaian di Maluku yang sarat dengan nuansa
SARA, bahkan cenderung konfrontasi antara penduduk yang beragama Islam dengan
penduduk yang beragama Kristen.
9.
Pada tanggal 2 Nopember 1999, sebagian besar
massa dari luar kota merusak dan membakar gedung GPIB "Shalom" di
Depok.
10. Pada
bulan April 1996, Cikampek sebuah kota di sebelah timur ibu kota DKI Jakarta
mengalami kerusuhan yang menjurus pada huru-hara SARA, dimana berapa gedung
gereja dan SD Kristen dilempari batu oleh massa yang marah.
11. Pada
14 April 1996, di daerah Cileungsi, Bogor beberapa Gereja Pantekosta dirusak
dan dihancurkan massa, bahkan ada anggota jemaat yang dipukuli oleh massa yang
marah dan brutal.
12.
Pada
30 Januari 1997, kembali terjadi kerusuhan di daerah Jawa Barat, yaitu kota
Rengasdengklok. Dan, kembali gedung gereja dan Sekolah Kristen dihancurkan dan
sebagian dibakar massa. (
http://pormadi.wordpress.com)
Pada
tahun 2009, terdapat 35 kasus pelanggaran kebebasan beragama yang dilakukan
aparat negara. Dilihat dari aktor yang terlibat dalam pelanggaran tersebut, 45%
atau 18 kasus melibatkan kepolisian, 20% atau delapan kasus melibatkan
pemerintah daerah, 15% atau enam kasus melibatkan pemerintah desa dan kecamatan
dan 10% atau empat kasus melibatkan kejaksaan dan Bakorpakem. Selain itu, 5%
atau dua kasus melibatkan pengadilan, serta sisanya 5% atau dua kasus
melibatkan aktor lainnya.
Ditinjau
dari segi bentuk pelanggaran, sembilan kasus berkaitan dengan pelarangan
keyakinan, tujuh kasus pembiaran, tujuh kasus kriminalisasi keyakinan, lima
kasus pembatasan aktifitas keagamaan, lima kasus pelarangan tempat ibadah dan
dua kasus pemaksaan keyakinan.
Terjadinya konflik tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 1945 yang
selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya
amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama
tertentu.
2.
Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu
dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama.
3.
Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang
komunikasi antar pemeluk agama.
4.
Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan
agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok
dalam masyarakat.
Konflik antaragama lebih sulit diatasi dibandingkan dengan konflik yang
lain hal ini dikarenakan konflik agama yang sangat sulit diatasi tanpa kesadaran yang
timbul dari hati nurani kita para pemeluk agama. Konflik antaragama dapat
meninggalkan bekas yang mendalam, dan tidak seorang pun dapat bersikap netral
dalam mengatasi konflik tersebut.
Sedangkan konflik suku dapat didamaikan secara adat, dan konflik karena
kepentingan politik bisa diatasi dengan memberi konsesi. Kedua konflik ini bisa
selesai dengan cepat dan tidak menimbulkan bekas yang mendalam. (http://denaizzkakakecil.wordpress.com)
E. Solusi Konflik Antar Umat Beragama di
Indonesia
Solusi dari konflik antar umat beragama yang terjadi
di Indonesia, antara lain:
1.
Meningkatkan pemahaman dan pengalaman sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Prinsip
tata cara Pengamalan Sila Pertama Pancasila berikut ini:
a.
Bangsa Indonesia
percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut kemanusiaan yang adil dan beradab.
b.
Hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda.
c.
Saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
d.
Tidak memaksakan
sesuatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Dalam batang
tubuh UUD 1945 (Pasal 29 UUD 1945) tersirat mengenai pengaturan dan ketentuan
kehidupan agama bagi penduduk Indonesia, Negara menjamin kemerdekaan kepada
penduduk untuk memeluk agama yang diyakininya.
Kebebasan memeluk agama adalah salah satu hak yang paling
asasi diantara hak-hak asasi manusia, sebab kebebasan agama itu langsung bersumberkan
kepada martabat manusia sebagai mahluk Tuhan. Manusia selain merupakan mahluk
ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk sosial, yang berarti bahwa manusia
memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya. Setiap manusia perlu
bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya. Bangsa Indonesia yang beraneka agama,
menjalankan ibadahnya masing-masing dimana pemeluk melaksanakan ajaranNya
sesuai dengan norma agamanya. Agar tidak
terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya dikembangkan
sikap toleransi beragama. (http://verkay11-ricky.blogspot.com)
2.
Dialog antar umat beragama
Untuk mencairkan kebekuan yang terjadi antar umat
beragama, alternatif yang bisa dikemukakan adalah dengan mekanisme dialog
keagamaan atau yang dikenal pula dengan istilah dialog antar iman. Dialog antar umat beragama ini diperkirakan
bisa mengantarkan para pemeluk agama pada satu corak kehidupan yang inklusif
dan terbuka.
Ada beberapa model yang bisa dilakukan untuk melaksanakan
dialog antar umat beragama atau antar iman yang di kemukakan oleh Kimball
sebagai berikut.
a.
Dialog Parlementer. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh
umat beragama di tingkat dunia.
b.
Dialog Kelembagaan. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan Organisasi-organisasi
keagamaa.
c.
Dialog Teologi. Tujuannya adalah untuk membahas persoalan-persoalan
teologis –filosofi.
d.
Dialog dalam Masyarakat. Dialog
ini dilakukan dalam bentuk kerjasama dari komunitas agama yang plural yang
menggarap dan menyelesaikan masalah-masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
e.
Dialog Kerohanian. Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memperdalam
kehidupan spiritual di antara berbagai agama. ( Ajat Sudrajat, 2009:158 ) .
3.
Meningkatkan rasa toleransi
Toleransi adalah sikap menghargai dan menghormati
setiap orang yang berbeda-beda baik secara etnis, ras, bahasa, budaya, politik,
pendirian, kepercayaan maupun tingkah laku.
Toleransi beragama adalah sikap hormat
menghormati sesama pemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing, dan tidak boleh
memaksakan suatu agama kepada orang lain. Tolenransi beragama tidak berarti
bahwa ajaran agama yang satu bercampur aduk dengan ajaran agama lainnya.
Manfaat-manfaat yang diperoleh dari sikap
toleransi antara lain:
a.
Menghindari
Terjadinya Perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak
terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi
suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial.
Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya
berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.
b.
Memperkokoh
Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama
adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antar umat beragama dan
menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak
dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk
bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor
penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut
agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain.
Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh
menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh
karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk
memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan
terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
4.
Menumbuhkan
kesadaran bahwa masyarakat terdiri dari berbagai pemeluk agama yang berbeda dan
kebersamaan merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan utnuk menjaga
kententraman kehidupan
5.
Menjalin
kontak dengan agama lain, walaupun mungkin tidak sampai pada belajar tentang ajaran
agama lain. Sehingga, menjalin interaksi
sosial dengan agama lain.
6.
Informasi
yang adil tentang agama lain. Mungkin
ini merupakan kelanjutan kontak diatas, namun bisa juga terjadi karena
banyaknya media massa yang tidak mengenal batas kelompok
7.
Sikap
pemerintah, seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan umat-umat
beragama degan berat sebelah
8.
Pendidikan
yang tidak hanya mempertemukan beberapa anak pemeluk agama yang berbeda-beda
namun juga mencerahkan pikiran dan memungkinkannya untuk membuka diri terhadap
orang lain. (Hamdan Farchan, 1999:5)
9.
Segala macam bentuk ketidakadilan struktural
agama harus dihilangkan atau dibuat seminim mungkin.
10.
Saling mentautkan hati di antara umat beragama,
mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan
kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
11.
Perlu dikembangkan adanya identitas bersama
(common identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat
menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
12.
Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat
seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
(http://denaizzkakakecil.wordpress.com/)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paradigma Pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan sistem
berfikir sebagai upaya mewujudkan perubahan yang direncanakan sesuai dengan
cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik secara
kuantitatif maupun kualitatif.
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai
dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur
segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Paradigma pembangunan kehidupan beragama
berkaitan erat dengan Pancasila sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”,
dan diwujudkan dalam Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, Pasal 29 UUD 1945
dan Pasal 28E UUD 1945
Pluralisme agama adalah mengakui adanya
kemajemukan, keragaman dan keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang
meliputi keberbedaan keyakinan atau agama.
Pluralitas merupakan realitas hidup manusia dan
keberadaannya tidak bisa dianulir. Untuk
membangun perdamaian adanya kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang
mutlak.
Kerukunan umat
beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya
toleransi agama. Tiga kerukunan umat beragama, yaitu (1) kerukunan intern umat beragam, (2) kerukunan antar umat beragama,
dan (3) kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
Konflik antar umat beragama di Indonesia memang
kerap terjadi, penyebabnya antara lain: (1) tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 1945, (2) kurangnya
rasa menghormati, (3) adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang
komunikasi antar pemeluk agama, (4) perbedaan suku, ras dan agama
Solusi dari konflik antar umat beragama di Indonesia antara lain: (1) meningkatkan
pemahaman dan pengalaman sila Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) dialog antar umat
beragama, (3) meningkatkan rasa toleransi, (4) menumbuhkan kesadaran
pluralisme, (5) saling mentautkan hati di antara umat beragama, (6) kesenjangan
sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin dan sedapat–dapatnya
dihapuskan sama sekali, (7) sikap pemerintah,
seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan umat-umat beragama degan
berat sebelah, (8) Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama
harus dihilangkan atau dibuat seminim mungkin.
B. Saran
Menjadikan Pancasila terutama sila pertama Ketuhanan Yang
Maha Esa, sebagai pondasi dalam paradigma pembangunan kehidupan beragama. Memahami dan mengamalkan butir-butir
Pancasila terutama sila pertama, sehingga pembangunan kehidupan beragama di
Indonesia dapat berjalan dengan lancar.
Kerukunan antar umat beragama di
Indonesia harus ditingkatkan, sehingga meminimalisir terjadinya konflik antar
umat beragama di Indonesia. Toleransi
yang merupakan salah satu kunci untuk mewujudkan hal tersebut perlu mendapatkan
perhatian yang lebih, agar terciptanya Negara yang damai, terhindar dari
perpecahan, menerima adanya perbedaan serta memiliki kesadaran pluralisme.
Daftar
Pustaka
Ajat Sudrajat, Din Al
Islam, Yogyakarta: UNY Press, 2008
Dwi
Siswoyo, Pendidikan Pancasila,
Yogyakarta: UNY Press, 2008
Hamdan
Farchan, “Pluralitas dan Potensi Konflik”
(Makalah Workshop Mediasi Konflik Tingkat Wilayah Jateng, Pati, 2005).
Inuk Inggit Merdekawati, dkk, Modul Pendidikan Kewarganegaraan SMK/SMA/MA
Kelas XII, Yogyakarta: MGMP PKn SMK DIY, 2008.