PERSEPSI
SEBAGAI INTI
KOMUNIKASI
INTERPERSONAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
masyarakat yang semakin maju dan berkembang, informasi menjadi sangat penting. Setiap
orang berhak untuk memperoleh informasi untuk berkembang dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Informasi sangatlah berharga bagi manusia karena informasiadalah
salah satu kebutuhan bagi manusia untuk bisa mengetahui, memahami, dan mengerti
hal-hal yang ada dan terjadi disekitarnya, dan masyarakat akan memasuki suatu
peradaban informasi, maka peranan dan posisi informasi menjadi sangat penting. Komunikasi adalah pesan
yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dan menimbulkan efek pesan
yang disampaikan melalui komunikasi interpersonal.
Dalam
setiap komunikasi yang melibatkan dua orang atau beberapa orang, akan terdapat
beragam pribadi yang harus dikenali, yaitu diri kita sendiri dan diri
pihak/orang lain yang menjadi partner komunikasi kita. Upaya mengenali orang
lain bukanlah perkara mudah dan sederhana. Upaya ini menyangkut proses
psikologis yaitu persepsi. Persepsi merupakan proses internal dalam diri
seseorang yang memungkinkan ia memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan
rangsangan dari lingkungan sehingga hal itu mempengaruhi perilaku yang
bersangkutan.
Proses
persepsi melibatkan penginderaan (sensasi)
atas suatu objek (pesan/informasi) yaitu melalui penglihatan, pendengaran,
penciuman, perabaan, dan pengecapan; kemudian perhatian (atensi) atas sesuatu
objek/pesan sehingga objek/pesan itu menarik perhatian; dan interpretasi.
Karena itu, persepsi merupakan inti komunikasi sedangkan penafsiran
(interpretasi) merupakan inti persepsi (Mulyana, 2000).
Secara
teoritik persepsi baik terhadap lingkungan fisik ataupun terhadap lingkungan
sosial (termasuk lingkungan masyarakat atau organisasi seperti halnya sekolah)
tidak akan akurat dan banyak memiliki keterbatasan untuk dijadikan perolehan
pengetahuan/informasi. Dalam memahami suatu objek dan mempersepsi orang lain,
kita harus membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap, yaitu
informasi yang hanya diperoleh melalui kelima indera kita. Maka, ketika kita
berkomunikasi, kita akan mendasarkan persepsi terhadap orang lain atas perilaku
komunikasinya yang dapat kita amati.
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat diketahui
bahwa peran persepsi dalam komunikasi merupakan unsur yang sangat penting. Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas
lebih mendalam mengenai persepsi sebagai inti dari komunikasi interpersonal.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan persepsi?
2.
Apa saja faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi?
3.
Apakah yang dimaksud dengan persepsi sebagai inti
komunikasi interpersonal?
4.
Bagaimana proses terbentuknya persepsi?
5.
Apa sajakah sifat dari persepsi?
6.
Apa saja kekeliruan dan kegagalan persepsi?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui definisi dari persepsi
2.
Memahami faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi persepsi
3. Memahami persepsi sebagai inti
komunikasi interpersonal?
4. Mengetahui proses terbentuknya persepsi?
5.
Mengetahui sifat dari persepsi?
6.
Memahami kekeliruan dan kegagalan persepsi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Persepsi
Manusia
sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat
perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg 1967). Adanya
perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi
suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut.
Haal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan
persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku, dan penyesuaian
ditentukan oleh persepsinya.
Persepsi
pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian. Menurut sesYoung (1956)
persepsi merupakan aktivitas, mengindera, mengintegrasikan dan memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik maupun obyek
sosial dan penginderaan tersebut tergantung pada stimulus fisik dan stimulus
sosial yang ada di lingkungannya. Sensasi-sensasi dari lingkungan akan diolah
bersama-sama dengan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya baik hal itu
berupa harapan-harapan, niali-nilai, sikap ingatan dan lain-lain.
Menurut
wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologi dan hasil
dari penginderaan serta protes terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk
proses berpikir. Di dalam proses persepsi individu dituntut untuk memberikan
penilaian terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau
tidak senang dan sebagainya. Dengan adanya persepsi maka akan terbentuk,
yaitu sikap yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk berlaku atau bertindak
secara tertentu di dalam situasi yang tertentu pula.
Istilah
persepsi menurut adalah
suatu proses aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, penilaian, pendapat,
merasakan dan menginterpretasikan sesuatu berdasarkan informasi yang
ditampilkan dari sumber lain (yang dipersepsi). Melalui persepsi kita dapat
mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta
manusia dengan segala kejadian-kejadiannya. Dengan
persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar
manusia. Dalam kehidupan sosial di kelas tidak lepas dari interaksi antara
mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen. Adanya interaksi antar
komponen yang ada di dalam kelas menjadikan masing-masing komponen (mahasiswa
dan dosen) akan saling memberi tanggapan, penilaian dan persepsinya. Adanya
persepsi ini adalah
penting agar dapat menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan
kapasitas belajar di kelas.
Persepsi merupakan
suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu stimulus yang
diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat indera
merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi merupakan
stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian
diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang
diindera. Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut
masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan
integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam
diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut
aktif berpengaruh dalam proses persepsi.
Gibson, dkk (1989) dalam buku Organisasi Dan Manajemen
Perilaku, Struktur;
memberikan definisi persepsi adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh
individu untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek).
Gibson juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap
lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti
kepada stimulus secara berbeda meskipun objeknya sama. Cara individu melihat
situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian
persepsi merupakan suatu proses penginderaan, stimulus yang
diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan
sehingga individu dapat memahami dan mengerti tentang stimulus yang diterimanya
tersebut. Proses menginterpretasikan stimulus ini biasanya dipengaruhi pula
oleh pengalaman dan proses belajar individu.
B.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi 2 yaitu ;
1.
Faktor Internal
Faktor internal yang
mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu,
yang mencakup beberapa hal antara lain :
a.
Fisiologis. Informasi
masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan
mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan
sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda
sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.
b.
Perhatian. Individu
memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau
memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek.
Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga
berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.
c.
Minat. Persepsi terhadap
suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual
vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan
kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau
dapat dikatakan sebagai minat.
d.
Kebutuhan
yang searah. Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya
seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban
sesuai dengan dirinya.
e.
Pengalaman
dan ingatan. Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan
dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk
mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.
f.
Suasana
hati. Keadaan emosi
mempengaruhi perilaku seseorang,
mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat
mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
2.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang
mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan dan
obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah
sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana
seseoarang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi persepsi adalah :
a.
Ukuran dan
penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini menyatakan bahwa semakin
besrnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini
akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu
obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.
b.
Warna dari
obyek-obyek. Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan
lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.
c.
Keunikan dan
kekontrasan stimulus. Stimulus luar yang penampilannya dengan
latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang
lain akan banyak menarik perhatian.
d.
Intensitas
dan kekuatan dari stimulus. Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila
lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat.
Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi
persepsi.
e.
Motion atau
gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan
gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.
C.
Persepsi
Sebagai Inti Komunikasi Interpersonal
Persepsi
dikatakan inti komunikasi karena persepsi sangat mempengaruhi proses komunikasi
yang dilakukan baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi intrapersonal. Komunikasi
intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang. Misal berfikir,
menulis, merenung, menggambar dan sebagainya. Sedangkan komunikasi
interpersonal adalah komunikasi yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain
atau kelompok, misal mengobrol lewat telepon, korespondensi dll.
Persepsi
atau cara pandang kita terhadap sesuatu akan menentukan jenis dan kualitas
komunikasi yang kita lakukan. Misal kita berhadapan dengan seseorang yang kita
persepsikan baik, maka komunikasi yang kita lakukan dengannya pun akan baik
pula, begitu juga sebaliknya.
Definisi
cantik menurut orang yang satu dengan yang lain pasti mempunyai jawaban yang
berbeda-beda, mungkin ada yang menjawab cantik itu gendut, ramping atau bahkan
kurus kering. Hal itu dikarenakan persepsi setiap orang atau kelompok dalam
memandang suatu hal berbeda-beda yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya,
pengalaman, psikologi dan kondisi faktual yang saat itu kita tangkap.
Kecantikan menurut orang dayak adalah seseorang yang memakai banyak anting
sampai daun telinganya menjuntai ke bawah. Menurut penduduk fiji, kecantikan
dilihat dari kemampuan reproduksi yakni tubuh yang subur dan keturunan yang
banyak. Berbeda dengan masyarakat modern kota, kecantikan diartikan sebagai
seorang wanita yang bertubuh ramping, putih, dan berambut lurus. Sesuatu
diintepretasikan berbeda-beda oleh setiap orang dan kelompok tergantung latar
belakangnya masing-masing.
D.
Proses Terbentuknya Persepsi
Perceptual
process atau proses persepsi meliputi 3 (tiga) tahap yaitu :
1.
Sensasi
(asensi)
Sensasi adalah proses
pengiriman pesan ke otak melalui panca indera yaitu mata, hidung, telinga,
lidah, kulit. Panca indera adalah reseptor yang menghubungkan otak kita dengan
lingkungan sekitar. Informasi yang kita tangkap dari proses melihat, mencium,
mendengar, merasakan, dan meraba tersebut kita proses kembali untuk dapat
menghasilkan persepsi terhadap sesuatu. Misal melihat pantai, mencium parfum,
bersalaman, mencicipi masakan. Setelah informasi itu kita tangkap dan kita
rekam dalam otak kita masuk dalam terhadap atensi
2.
Atensi
Atensi adalah suatu tahap
dimana kita memperhatikan informasi yang telah ada sebelum kita
menginterpretasikannya. Sebenarnya banyak sekali hal yang tertangkap oleh panca
indera, namun tidak semua kita perhatikan. Misal kita mengobrol lewat telepon,
informasi yang kita perhatikan hanyalah suara lawan bicara meskipun saat itu
kita juga sedang membaca koran atau makan bakwan, ketika melihat sekumpulan
orang berpakaian hitam, dan ada satu orang berpakaian putih, tentunya kita
lebih memperhatikan yang berbaju putih, hal ini terjadi karena kita hanya akan
memperhatikan apa yang kita anggap paling bermakna bagi kita, paling berbeda
dan paling menarik perhatian.
3.
Interpretasi
Tahap
interpretasi adalah tahap terakhir. Jika persepsi dikatakan sebagai inti
komunikasi, maka interpretasi adalah inti dari persepsi. Interpretasi adalah
proses penafsiran informasi atau pemberian makna dari informasi yang telah kita
tangkap dan kita perhatikan. Ketika mata kita melihat matahari terbenam di
pantai kemudian kita perhatikan, maka secara tidak langsung kita akan
menginterpretasikan pantai tersebut. Apakah menurut kita indah, biasa saja atau
bahkan jelek. Pendapat atau persepsi yang dihasilkan tentunya akan beragam
tergantung latar belakang kita masing-masing.
Sensasi, atensi dan interpretasi adalah
tahapan-tahapan yang dilalui untuk menghasilkan persepsi, semakin sama persepsi
setiap orang, maka semakin efektif komunikasi yang dilakukan. Persepsi setiap
orang akan sama jika mereka berasal dari latar belakang yang sama. Misal
sama-sama orang desa, sama-sama orang jaqwa dan sama-sama orang gila.
Persepsi-persepsi
yang ada pada diri kita akan mempengaruhi proses komunikasi yang kita lakukan,
karena itu berfikirlah positifdan obyektif dalam memandang sesuatu.
E. Sifat Persepsi
Beberapa
hal yang patut kita pelajari menyangkut persoalan dalam persepsi ini, Mulyana
(2000: 176-196) mengungkapkan hal-hal berikut:
1.
Persepsi
mendasarkan pada pengalaman.
Dikemukakan
bahwa pola-pola perilaku seseorang itu berdasarkan persepsi mengenai realitas
sosial yang telah dipelajarinya (pada masa lalu). Artinya, persepsi kita
terhadap seseorang, objek, atau kejadian, dan reaksi kita terhadap hal-hal itu
amat tergantung pada pengalaman masa lalu berkaitan dengan orang, objek atau
kejadian serupa. Seperti halnya cara kita bekerja, menilai pekerjaan yang baik
bagi kita, cara kita makan, cara kita menilai kecantikan; semua ini amat
tergantung pada apa yang telah diajarkan budaya kita mengenai hal-hal tersebut.
2.
Persepsi
bersifat selektif.
Pada
dasarnya melalui indera kita, setiap saat diri kita ini dirangsang dengan
berjuta rangsangan. Jika kita harus memberikan tafsiran atas semua rangsangan
itu, maka kita ini bisa menjadi gila. Karena itu, kita dituntut untuk mengatasi
kerumitan tersebut dengan memperhatikan hal-hal yang menarik bagi kita. Atensi
kita pada dasarnya merupakan faktor utama dalam menentukan seleksi atas
rangsangan yang masuk ke dalam diri kita.
3.
Persepsi
bersifat dugaan.
Karena
pada dasarnya data yang kita peroleh melalui penginderaan tidak pernah lengkap,
makasering kita melakukan dugaan atau langsung melakukan penyimpulan. Coba
perhatikan gambar apa yang bisa dibuat dengan ketiga titik dan keempat titik
berikut ini.
4.
Persepsi
bersifat evaluatif.
Tidak
sedikit orang beranggapan bahwa apa yang mereka persepsikan sebagai sesuatu
yang nyata. Artinya, perasaan seseorang sering mempengaruhi persepsinya,
padahal hal tersebut bukanlah sesuatu yang objektif. Kita melakukan
interpretasi berdasarkan pengalaman masa lalu dan kepentingan subjektif kita
sendiri. Karena itu persepsi bersifat evaluatif; merupakan proses kognitif yang
mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan dengan memaknai objek
persepsi itu sendiri.
5.
Persepsi
bersifat kontekstual.
Dari
setiap peristiwa komunikasi, seseorang selalu dituntut untuk mengorganisasikan
rangsangan menjadi suatu persepsi. Konteks nampaknya berpengaruh kuat atas
persepsi yang terbentuk dalam diri seseorang.
Sebagai contoh, terhadap gambar
seseorang bisa mengatakan bahwa itu adalah angka 13 karena konteksnya adalah
angka-angka lainnya, yaitu 11, 12, 14 dan 15. Tetapi bagi seseorang yang
memiliki konteks huruf-huruf A, C, D dan E, maka gambar tersebut adalah huruf
B.
Meskipun
sesungguhnya banyak informasi yang kita perlukan untuk melakukan persepsi
terhadap orang lain, namun paling tidak ada tiga jenis informasi terpenting
yang perlu kita ketahui, yaitu tujuan orang tersebut, kondisi internalnya
(psikologis), dan kesamaan antara kita dengan orang tersebut. Mempersepsi
tujuan orang lain memiliki beberapa arti bagi kita dalam berkomunikasi. Adalah
hal yang tidak mungkin bagi kita untuk secara nyata mengamati kondisi internal
orang lain. Namun melalui pengamatan terhadap perilakunya, kita dapat
menyimpulkan bagaimana sikap, keyakinan dan nilai orang tersebut.
Ada
anggapan bahwa elemen non-verbal dari perilaku merupakan refleksi yang paling
akurat dari perasaan atau kondisi internal seseorang. Sementara itu, adanya
kesamaan antara kita dengan orang yang kita ajak berkomunikasi akan mendorong
rasa saling menyukai. Keadaan semacam ini akan membantu kita untuk merasa lebih
nyaman dalam melanjutkan komunikasi
F. Kekeliruan dan
Kegagalan Persepsi
Persepsi
kita sering tidak cermat. Salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan
kita. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi adalah sebagai berikut:
1.
Kesalahan
Atribusi
Atribusi
adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang
lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber
informasi. Misalnya, kita mengamati penampilan fisik seseorang, karena faktor
seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat memberikan isyarat mengenai
sifat-sifat utama mereka.
Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara.atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal-lah yang menyebabkannya, atau sebaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal-lah yang membangkitkan perilakunya.
Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara.atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal-lah yang menyebabkannya, atau sebaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal-lah yang membangkitkan perilakunya.
Salah
satu sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh
atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan
menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi
rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap.
2.
Efek
Halo
Kesalahan
persepsi yang disebut efek halo (halo effects) merujuk pada fakta bahwa begitu
kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh
ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan
sifat-sifatnya yang spesifik. Efek halo ini memang lazim dan berpengaruh kuat
sekali pada diri kita dalam menilai orang-orang yang bersangkutan. Bila kita
sangat terkesan oleh seseorang, karena kepemimpinannya atau keahliannya dalam
suatu bidang, kita cenderung memperluas kesan awal kita. Bila ia baik dalam
satu hal, maka seolah-olah ia pun baik dalam hal lainnya.
Kesan
menyeluruh itu sering kita peroleh dari kesan pertama, yang biasanya
berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai
“hukum keprimaan” (law of primacy). Celakanya, kesan awal kita yang positif
atas penampilan fisik seseorang sering mempengaruhi persepsi kita akan prospek
hidupnya. Misalnya, orang yang berpenampilan lebih menarik dianggap berpeluang
lebih besar dalam hidupnya (karir, perkawinan, dan sebagainya).
3.
Stereotif
Kesulitan
komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereotyping), yakni
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi mengenai mereka berdasarakan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok.
Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang dan
objek-objek ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai
orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap
sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka.
Contoh stereotip ini
banyak sekali, misalnya:
a.
Laki-laki berpikir
logis
b.
Wanita bersikap
emosional
c.
Orang berkulit hitam
pencuri
d.
Orang Meksiko pemalas
e.
Orang Yahudi cerdas
f.
Orang Prancis penggemar
wanita, anggur, dan makanan enak
g.
Orang Cina pandai
memasak
h.
Orang Batak kasar
i.
Orang Padang pelit
j.
Orang Jawa halus
pembawaan
k.
Lelaki Sunda suka kawin
cerai dan pelit memberi uang belanja
l.
Wanita Jawa tidak baik
menikah dengan lelaki Sunda (karena suku Jawa dianggap lebih tua daripada suku
Sunda)
m.
Orang Tasikmalaya
tukang kredit
n.
Orang berkaca mata minus
jenius
o.
Orang berjenggot
fundamentalis (padahal kambing juga berjenggot), dll.
Pada
umumnya, stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah berbahaya sejauh
kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila
stereotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat
dipengaruhi oleh apa yang anda harapkan. Ketika anda mengharapkan orang lain
berperilaku tertentu, anda mungkin mengkomunikasikan pengharapan anda kepada
mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan
bahwa mereka akan berperilaku sesuai dengan yang anda harapkan.
4.
Prasangka
Suatu
kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep
yang sangat dekat dengan stereotip. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa
stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagin.
Dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif (kepercayaan) dari
prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi prasangka ini konsekuensi
dari stereotip, dan lebih teramati daripada stereotip. Menurut Ian Robertson,
pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental yang kaku yang meringkas
apapun yang dipercayai sebagai khas suatu kelompok. Citra demikian disebut
stereotip.
Meskipun
kita cenderung menganggap prasangka berdasarkan suatu dekotomi, yakni
berprasangka atau tidak berprasangka, lebih bermanfaat untuk menganggap
prasangka ini sebagai bervariasi dalam suatu rentang dari tingkat rendah hingga
tingkat tinggi. Sebagaimana stereotip, prasangka ini alamiah dan tidak
terhindarkan. Pengguanaan prasangka memungkinkan kita mereespon lingkungan
secara umum, sehingga terlalu menyederhanakan masalah.
5.
Gegar
Budaya
Menurut
Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya
tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial. Lundstedt
mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmamapuan menyesuaikan
diri (personality mal-adjustment) yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya
sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang
baru. Sedangkan menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu
trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda
karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan
baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai.
Kita
tidak langsung mengalami gegar budaya ketika kita memasuki lingkungan budaya
yang baru. Fenomena itu dapat digambarkan dalam beberapa tahap. Peter S. Adler
mengemukakan lima tahap dalam pengalaman transisional ini, yaitu:
a.
Tahap kontak. Ditandai
dengan kesenangan, keheranan, dan kekagetan, karena kita melihat hal-hal yang
eksotik, unik, dan luar biasa.
b.
Tahap disintegrasi.
Terjadi ketika perilaku, nilai, dan sikap yang berbeda mengganggu realitas
perseptual kita.
c.
Tahap reintegrasi.
Ditandai dengan penolakan atas budaya, kita menolak kemiripan dan perbedaan
budaya melalui penstereotipan, generalisasi, evaluasi, perilaku, dan sikap yang
sserba menilai.
d.
Tahap otonomi. Ditandai
dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas
budaya baru, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru kita.
e.
Tahap independensi.
Ditandai dengan kita mulai menghargai kemiripan dan perbedaan budaya, bahkan
menikmatinya.
Gegar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua, yaitu: faktor internal (cirri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan), dan faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan budaya baru yang dimasuki). Tidak ada kepastian kapan gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak kita memasuki suatu budaya lain. (http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/11/24/139/)
Gegar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua, yaitu: faktor internal (cirri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan), dan faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan budaya baru yang dimasuki). Tidak ada kepastian kapan gegar budaya ini akan muncul dihitung sejak kita memasuki suatu budaya lain. (http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/11/24/139/)
BAB III
KESIMPULAN
Persepsi merupakan
suatu proses penginderaan, stimulus yang diterima oleh individu melalui alat
indera yang kemudian diinterpretasikan sehingga individu dapat memahami dan
mengerti tentang stimulus yang diterimanya tersebut. Proses menginterpretasikan
stimulus ini biasanya dipengaruhi pula oleh pengalaman dan proses belajar
individu.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi adalah faktor internal dan faktor eksternal. Sifat dari persepsi adalah persepsi
mendasarkan pada pengalaman, persepsi bersifat selektif, dugaan, evaluatif dan kontekstual.
Kekeliruan
dan kegagalan persepsi disebabkan
oleh kesalahan atribusi, efek halo, stereotif, prasangka dan gegar budaya
Persepsi
merupakan proses internal yang dilalui individu dalam menyeleksi dan mengatur
stimuli yang datang dari luar. Stimuli ditangkap oleh indera, dan secara
spontan pikiran dan perasaan kita akan memberi makna atas stimuli
tersebut.persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam memahami
kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Informasi ditangkap oleh indera
dengan cara mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa. Informasi itu
dikirim ke otak untuk dipelajari dan diinterpretasikan.
Persepsi
disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, kita tidak
mungkin berkomunikasi secara efektif.persepsilah yang menentukan kita memilih
suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain, memilih seorang teman dan
mengabaikan teman lain.
Cara kita berkomunikasi secara
interpersonal sangat dipengaruhi oleh persepsi kita terhadap partner komunikasi.
Apabila persepsi kita positif, kita akan melakukan komunikasi dengan nyaman.
Sebaliknya, apabila kita mempunyai persepsi negatif terhadap seseorang, maka
kita akan berusaha membatasi diri sehingga tidak berkomunikasi terlalu mendalam
dengan orang tersebut.
Daftar Pustaka
Diakses dari http://www.duniapsikologi.com/persepsi-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi/ pada tanggal 15 april 2012
pukul 15.33 WIB
Diakses dari http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/11/24/139/ pada tanggal 20 april 2012 pukul 21.07 WIB
Devito, Joseph A. (1996). Human
Communication. Alih bahasa oleh Maulana, Agus. (1997). Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Books.
Mulyana, Deddy.
(2000). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy.
(2002). Metodologi Penelitian Kualitatif:
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar