TOLERANSI
UMAT BERAGAMA DALAM ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dewasa ini, umat beragama dihadapkan pada
serangkaian tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan yang pernah
dialami sebelumnya. Perbedaan agama adalah fenomena nyata yang ada dalam
kehidupan, karena itu toleransi sangat dibutuhkan.
Khususnya pada Negara Indonesia yang memiliki
masyarakat plural yang bercorak primordial, konflik di dalam masyarakat yang
disebabkan oleh kurangnya rasa toleransi antar sesama, terutama dalam segi
agama akhir-akhir ini kerap terjadi.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah
dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama
tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak
setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada
seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antar umat
beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik.
Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi
adalah penekanan dari salah satunya, contohnya penekanan kebebasan yang
mengabaikan toleransi dan usaha untuk merukunkan dengan memaksakan toleransi
dengan membelenggu kebebasan. Untuk dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman
yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama
merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.
Untuk pemahaman yang lebih mendalam terkait dengan toleransi, maka pada makalah
kali ini penulis akan membahas tentang kerukunan antar umat beragama.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian toleransi?
2. Bagaimana
toleransi dalam pandangan Islam?
3. Bagaimana
kerukunan umat beragama di Indonesia?
4. Bagaimana
pluralisme agama sebagai keniscayaan sosial?
5. Bagaimana
dialog antar umat beragama?
C.
Tujuan
1. Melakukan
deskripsi mengenai pengertian toleransi
2. Mengetahui
toleransi dalam pandangan Islam
3. Memahami
kerukunan umat beragama di Indonesia
4. Memahami
bagaimana pluralisme agama sebagai keniscayaan sosial
5. Mengetahui
dialog antar umat beragama
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Toleransi
Toleransi
berasal dari bahasa Latin yaitu “tolerare” yang berarti bertahan atau memikul. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi
berasal dari kata “toleran”, yang berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai,
membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan,
kebiasaan, dan sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan
pendiriannya. Toleransi juga berarti
batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.
Menurut
Siagian (1993) toleran diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu
tidak disukai; atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah
pihak tidak sependapat. (Ajat Sudrajat, 2008:141)
Dalam
bahasa Arab, toleransi biasa disebut “ikhtimal”,
“tasamuh” yang artinya membiarkan sesuatu untuk dapat saling mengizinkan
dan saling memudahkan.
Toleransi
menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu
antara lain:
1.
Kerelaan
hati karena kemuliaan dan kedermawanan
2.
Kelapangan
dada karena kebersihan dan ketaqwaan
3.
Kelemah
lembutan karena kemudahan
4.
Muka
yang ceria karena kegembiraan
5.
Rendah
diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
6.
Mudah
dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
7.
Menggampangkan
dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
8.
Terikat
dan tunduk kepada agama Allah SWT tanpa rasa keberatan.
Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali
karakteristik tersebut merupakan:
1.
Inti
Islam
2.
Seutama
iman,
3.
Puncak
tertinggi budi pekerti (akhlaq). (Syamsul Arifin Nababan, 2009:4)
Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
“Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”,
ditanyakan: “Apa hati yang mahmum itu?” Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa,
bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa
dengki”. Ditanyakan: “Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?”. Jawabnya : “Orang-orang
yang membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan : “Siapa lagi setelah itu?”.
Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."
Dasar-dasar
al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi
dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi. Baik lahir maupun
batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari
dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk
menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun
spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi
(as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum
minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh). (Syamsul Arifin Nababan, 2009:5)
Kesalahan
memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil
(mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat dilarang dilakukan
oleh seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama dengan toleransi
sebagai landasannya. Sebagaimana yang
telah dijelaskan diayat Al-Quran dibawah ini, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi
Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)
Menurut kami, toleransi dapat disimpulkan sebagai
sikap menghargai dan menghormati setiap orang yang berbeda-beda baik secara etnis,
ras, bahasa, budaya, politik, pendirian, kepercayaan maupun tingkah laku.
Manfaat-manfaat
yang diperoleh dari sikap toleransi antara lain:
1.
Menghindari
Terjadinya Perpecahan
Bersikap toleran merupakan solusi agar
tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus
menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi
sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan
eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia
ini.
Dalam kaitanya ini Allah telah
mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang bersifat universal, berikut
firman Allah SWT:
“Dia telah
mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada -Nya orang yang
kembali.”(As-Syuro:13)
”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu
Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.” (Al-Imran:103)
Pesan universal ini merupakan pesan kepada
segenap umat manusia tidak terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama
harus menjauhi perpecahan antar umat beragama maupun sesama umat beragama.
2.
Memperkokoh
Silaturahmi dan Menerima Perbedaan
Salah satu wujud dari toleransi hidup
beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama
dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia
tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan
untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu
faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut
agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain.
Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh
menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh
karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk
memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan
terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
Hal-hal yang dapat terjadi apabila toleransi di
dalam masyarakat diabaikan adalah:
1.
Menimbulkan
konflik di dalam masyarakat dikarenakan tidak adanya saling menghormati satu
sama lain. Yang paling membahayakan dari
konfllik adalah menyebabkan lahirnya kekerasan dan adanya korban, dan hal ini
dapat berpengaruh pada keamanan dan stabilitas suatu negara.
2.
Semakin
maraknya pelanggaran HAM. Hal ini
disebabkan oleh reduksi universalitas agama yang mengakibatkan agama tersekat
dalam tempurung yang sempit dan mewujudkan angan-angan tersendiri bagi
pengikutnya bisa dalam bentuk fanatisme sempit yang tidak rasional bahkan
menimbulkan ketakutan terhadap agama atau kelompok yang bisa terkespresi dengan
perilaku melanggar HAM. (Hamdan Farchan, 2003:2)
Upaya-upaya yang dapat mengubah sikap permusuhan
menjadi sikap bekerja sama dan saling menghormati yaitu:
1.
Menyingkirkan
segala upaya politisasi agama dan menempatkan agama sebagai nilai yang
universal
2.
Menumbuhkan
kesadaran bahwa masyarakat terdiri dari berbagai pemeluk agama yang berbeda dan
kebersamaan merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan utnuk menjaga kententraman
kehidupan
3.
Kontak
yang sering terjadi, walaupun mungkin tidak sampai pada belajar tentang jaran
agama lain. Yang penting adalah adnaya
kesempatan untuk bertemu sehingga kelihatan bahwa orang lain mesti berupa lawan
4.
Informasi
yang adil tentang agama lain. Mungkin
ini merupakan kelanjutan kontak diatas, namun bisa juga terjadi karena
banyaknya media massa yang tidak mengenal batas kelompok
5.
Sikap
pemerintah, seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan umat-umat
beragama degan berat sebelah
6.
Pendidikan
yang tidak hanya mempertemukan beberapa anak pemeluk agama yang berbeda-beda
namun juga mencerahkan pikiran dan memungkinkannya untuk membuka diri terhadap
orang lain. (Hamdan Farchan, 1999:5)
B.
Toleransi
Dalam Pandangan Islam
Saling
menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat
komprehensif. Konsekuensi dari prinsip
ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada Allah
melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la
dengan amat menarik mengemukakan, “Al-khalqu
kulluhum ‘iyālullāhi fa ahabbuhum ilahi anfa’uhum li’iyālihi” (“Semua
makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang paling
bermanfaat bagi sesama tanggungannya”).
Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga
menyatakan, “irhamuu man fil ardhi
yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi maka akan
sayang pula mereka yang di langit kepadamu). Persaudaran universal adalah
bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan
terlindunginya hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu
masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan,
perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menegasikan semua
keburukan. (Syamsul
Arifin Nababan, 2009:2)
Fakta
historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam
ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah
dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW pada awal pembangunan Negara Madinah. Di
antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling
menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling
melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.
Contoh
lain wujud toleransi Islam kepada agama lain diperlihatkan oleh Umar ibn-al-Khattab. Umar membuat sebuah perjanjian dengan
penduduk Yerussalem, setelah kota suci itu ditaklukan oleh kaum Muslimin. (Ajat Sudrajat,2008:144).
Sikap
melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan
juga muncul dalam sejumlah Hadist dan praktik Nabi. Bahkan sikap ini dianggap
sebagai bagian yang melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan dalam Syu’ab al-Imam, karya seorang pemikir abad ke-11,
al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka
Allah (nanti) pasti akan membongkar aibnya di hari pembalasan”. (Syamsul Arifin Nababan, 2009:3)
Di
sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari
pemahaman bahwa umat manusia adalah satu kesatuan, dan akan kehilangan sifat
kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai
bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.
Namun,
prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah
teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di
dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah
dari prinsip ini.
Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam
memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada
paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami”
(QS. Al-Kafirun:6) adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam .
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama,
Islam mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil. Selama tidak berbuat aniaya kepada umat
Islam. Al-Qur’an juga mengajarkan agar
umat Islam mengutamakan terciptanya suasana perdamaian, hingga timbul rasa
kasih sayang diantara umat Islam dengan umat beragama lain. Kerjasama dalam bidang kehidupan masyarakat
seperti penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan penyakit sosial, pembangunan
ekonomi untuk mengatasi kemiskinan, adalah beberapa contoh kerja sama yang
dilakukan antara umat Islam dengan umat beragama lain. (Ajat Sudrajat,2008:149)
Namum perlu ditegaskan lagi, toleransi tidak dapat disama
artikan dengan mengakui kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan
kesediaan untuk mengikuti ibadat-ibadat agama lain. Toleransi harus dibedakan dari komfromisme,
yaitu menerima apa saja yang dikatakan orang lain asal bis menciptakan
kedamaian dan kebersamaan (Ajat Sudrajat, 2008:149).
Berbeda
halnya dengan gagasan dan praktik toleransi yang ada di barat. Toleransi di barat lahir karena perang-perang
agama pada abad ke-17 telah mengoyak-ngoyak rasa kemanusiaan sehingga nyaris
harga manusia jatuh ke titik nadir.
Latar belakang itu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan di bidang. Toleransi antar-agama yang kemudian meluas ke
aspek-aspek kesetaraan manusia di depan hukum.
C.
Kerukunan
Umat Beragama di Indonesia
Toleransi agama
adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya diskriminasi
dalam hal apapun, yang mengkhususkan diri dalam masalah agama
Pada tahun 1967 diadakan musyawarah antar umat beragama, Presiden Soeharto dalam musyawarah tersebut
menyatakan antara lain: "Pemerintah tidak akan menghalangi penyebaran
suatu agama, dengan syarat penyebaran tersebut ditujukan bagi mereka yang belum
beragama di Indonesia. Kepada semua pemuka agama dan masyarakat agar melakukan
jiwa toleransi terhadap sesama umat beragama". (:1)
Kerukunan umat
beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya
toleransi agama. Kerukunan umat beragama
bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat
ikut serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup
dinegeri ini.
Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu sebagai berikut:
1.
Kerukunan intern umat
beragama.
a.
Pertentangan di antara
pemuka agama yang bersifat pribadi jangan mengakibatkan perpecahan di antara
pengikutnya.
b.
Persoalan intern umat
beragama dapat diselesaikan dengan semangat kerukunan atau tenggang rasa dan
kekeluargaan
2.
Kerukunan antar umat
beragama
a.
Keputusan Menteri Agama
No.70 tahun 1978 tentang pensyiaran agama sebagai rule of game bagi
pensyiaran dan pengembangan agama untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat
beragama.
b.
Pemerintah memberi perintah
pedoman dan melindungi kebebasan memeluk agama dan melakukan ibadah menurut
agamanya masing-masing.
c.
Keputusan Bersama Mendagri
dan Menag No.l tahun 1979 tentang tata cara pelaksanaan pensyiaran agama dan
bantuan luar negeri bagi lembaga keagamaan di Indonesia.
3.
Kerukunan umat beragama
dengan pemerintah.
a.
Semua pihak menyadari
kedudukannya masing-masing sebagai komponen orde baru dalam menegakkan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
b.
Antara pemerintah dengan
umat beragama ditemukan apa yang saling diharapkan untuk dilaksanakan.
c.
Pemerintah mengharapkan tiga
prioritas, umat beragama, diharapkan partisipasi aktif dan positif dalam:
1)
Pemantapan ideologi
Pancasila;
2)
Pemantapan stabilitas dan
ketahanan nasional;
3)
Suksesnya pembangunan
nasional (:5)
Pelaksanaan dan Pembinaan tiga kerukunan tersebut harus simultan
dan menyeluruh sebab hakikat ketiga bentuk itu saling berkaitan. Kerukunan hidup umat beragama di Indonesia
adalah program pemerintah sesuai dengan GBHN tahun 1999 dan Propenas 2000 tentang
sasaran pembangunan bidang agama. Kerukunan hidup di Indonesia tidak termasuk
aqidah atau keimanan menurut ajaran agama yang dianut oleh warga negara
Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindudan Budha. Setiap umat
beragama di beri kesempatan melakukan ibadah sesuai dengan keimanan dan
kepercayaan masing-masing.
Sebab-musabab
timbulnya ketegangan intern umat beragama, antar umat beragama, dan antara
umat beragama dengan pemerintah dapat
bersumber dari berbagai aspek antara lain
:
1.
Sifat
dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi
2.
Kurangnya
pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain
3.
Para
pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan
memandang rendah agama lain
4.
Kaburnya
batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan
masyarakat
5.
Kecurigaan
masing-masing akan kejujuran pihak lain, maupun antara umat beragama dengan
pemerintah, dan
6.
Kurangnya
saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat (Ajat Sudrajat,
2008:151)
Manusia Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu
ideology yaitu Pancasila, hal tersebut sebagai titik tolak pembangunan. Perbedaan suku, adat dan agama bukanlah
menjadi tombak permusuhan melainkan untuk memperkokoh persatuan. Kerukunan umat
beragama dapat menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak pembangunan. Selain itu kerukunan juga dapat dikerahkan
dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
Ketidak rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama serta mengancam
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Kehidupan
keagamaan dan kepercayaan harus dikembangkan sehingga terbina hidup rukun diantara
sesama umat beragama untuk memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam
membangun masyarakat. Selain itu, kebebasan
beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara ketentraman
masyarakat.
Kondisi keberagamaan rakyat Indonesia sejak pasca krisis tahun 1997
sangat memprihatinkan. Konflik bernuansa agama terjadi dibeberapa daerah
seperti Ambon dan Poso. Konflik tersebut sangat mungkin terjadi karena kondisi
rakyat Indonesia yang multi etnis, multi agama dan multi budaya. Belum lagi
kondisi masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi oleh pihak ketiga yang
merusak watak bangsaIndonesia yang suka damai dan rukun. Sementara itu krisis
ekonomi dan politik terus melanda bangsa Indonesia, sehingga sebagian rakyat
Indonesia sudah sangat tertekan baik dari segi ekonomi, politik maupun beragama.
Terakhir peristiwa dihancurkannya gedung World Trade Centre pada tanggal 11
September 2001 dan bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002 yang menewaskan 180
orang, yang berdampak diidentikkannya umat Islam dengan teroris dan dituduhnya
Indonesia sebagai sarang teroris. (:16)
Dalam menghadapi konflik seperti di atas dan sesuai
prinsip-prinsip kerukunan hidup beragama di Indonesia, kebijakan umum yang
harus dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1.
Kebebasan beragama tidak
membenarkan menjadikan orang lain yang telah menganut agama tertentu menjadi
sasaran propaganda agama yang lain.
2.
Menggunakan bujukan berupa
memberi uang, pakaian, makanan dan lainnya supaya orang lain pindah agama
adalah tidak dibenarkan.
3.
Penyebaran pamflet, majalah,
buletin dan buku-buku dari rumah ke rumah umat beragama lain adalah terlarang.
4.
Pendirian rumah ibadah harus
benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan dihindarkan timbulnya keresahan
penganut agama lain karena mendirikan rumah ibadah di daerah pemukiman yang
tidak ada penganut agama tersebut.
5.
Dalam masalah perkawinan,
terlarang perkawinan antara umat Islam dengan penganut agama lain, seperti
diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Demikian pula dalam
Al-Qur'an pada Surat Al-Maidah (5) ayat 5 dan Al-Baqarah (2) ayat 221.
6.
Sasaran pembangunan bidang
agama adalah terciptanya suasana kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang penuh keimanan dan ketaqwaan, kerukunan yang dinamis
antar dan antara umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
secara bersama-sama makin memperkuat landasan spiritual, moral dan etika bagi
pembangunan nasional. Sebagai warga negara Indonesia, umat Islam Indonesia
harus berpartisipasi secara langsung dalam pembangunan negara Indonesia,
bersama pemeluk agama lain. Islam tidak membenarkan umat Islam bersikap
eksklusif dalam tugas dan kewajiban bersama sebagai anggota warga negara Indonesia.
(:17)
Agama menampakkan
diri dalam berbagai perwujudan, seperti terlihat dalam sistem pemikirannya,
baik yang berupa sistem keyakinan maupun norma. Ia juga menampakkan diri lebih
lanjut dalam bentuk sistem peribadatan, dan ini terlihat dengan adanya
rumah-rumah ibadah dan tradisi-tradisi keagamaan. Penampakkan lebih lanjut
terlihat dalam bentuk persekutuan atau kelembagaan keagamaan, seperti adanya
kelompok-kelompok umat beragama dan lembaga-lembaga keagamaan serta
lembaga-lembaga sosial keagamaan. (Ajat Sudrajat,2008:152)
Melalui perwujudan
yang bercorak kelembagaan, agama menjadi kekuatan nyata dalam proses
pembangunan bangsa. Otoritas
kepemimpinan keagamaan merupakan faktor yang ikut menentukan pola kesatuan dan
kerukunan umat beragama. Dengan otoritas tersebut, para pemimpin agama beserta
lembaga-lembaga keagamaannya menggarap masalah-masalah yang tidak terjangkau
oleh tangan pemerintah.
Peranan para
pemimpin dan tokoh agama dalam pembangunan antara lain sebagai berikut :
1.
Menerjemahkan
nilai-nilai dan norma-norma agama dalam kehidupan masyarakat
2.
Menerjemahkan
gagasan-gagasan pembangunan kedalam bahasa yang dimengerti oleh rakyat
3.
Memberikan
pendapat, saran dan krtitik yang sehat terhadap ide-ide dan cara-cara yang
dilakukan untuk suksesnya pembangunan, dan
4.
Mendorong
dan membimbing masyarakat dan umat beragama untuk ikut serta dalam usaha
pembangunan (Ajat Sudrajat, 2008:152-153)
(BELUM ADA CATATAN PERUT
NA)
D.
Pluralisme
Agama sebagai Suatu Keniscayaan Sosial
Pengertian pluralitas secara sederhana dapat dimaknai: Kemajemukan, keragaman dan keberbedaan, baik
yang prinsip maupun tidak, yang meliputi keberbedaan keyakinan, kehendak,
pilihan status, eksistensi maupun perbedaan yang bersifat kodrati dan
alami. Dengan demikian perbedaan bisa
antar individu dengan individu, antar individu dengan komunitas maupun antar
komunitas dengan komunitas. (Hamdan Farchan, 2002:2). Sedangkan pluralisme agama adalah
mengakui adanya kemajemukan, keragaman dan keberbedaan, baik yang prinsip
maupun tidak, yang meliputi keberbedaan keyakinan atau agama.
1. Islam dan Pluralisme
Sejak kelahirannya, Islam sudah berada di tengah-tengah budaya dan
agama-agama lain. Kawasan Arabia pada
waktu Nabi Muhammad SAW menyiarkan Islam sudah mengenal banyak agama semisal
Yahudi, Kristen dan Jouraster. Di dalam
Al-Quran pun banyak dimuat rekaman kontak kaum muslimin dengan komunitas
keagamaan yang ada disana. (Hamdan
Farchan, 1999:4)
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa teks yang mendukung sikap positif
terhadap keyakinan lain. Misalnya yang
menyiratkan bahwa pada dasarnya ajaran agama-agama kaum muslimin seharusnya
tidak membedakan ajaran para Rasul. Juga
pada tempat-tempat ibadah dari agama yang berbeda-bea banyak disebut di
Al-Qur’an:
“Sesungguhnya
kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat untuk menyerukan, Sembahlah Allah
dan jauhilah thagut (yakin setan atau pa saja yang disembah selain Allah)”. (Q.S.
An-Nahl (16):36).
“Seandainya
Allah tiada menolak keganasan sebagian yang lain tentulah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-ruamh
ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama
Allah’. (A.S. Al-Hajj (22):40)
“Kata
Rasulullah dan kaum mukminin….Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari
rasul-rasul-Nya”. (Q.S. Al-Baqarah (2):285)
Juga terdapat ayat-ayat yang
bersifat netral semisal pernyataan bahwa masing-masing akan berbuat sesuai
dengan apa yang sesuai dengannya, bahwa masing-masing mendapat balasan sesuai
dengan agamanya dan bahwa bentuk lahiriah agama Rasul-rasul Allah dapat
berbeda-beda:
“Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu
dijadikanNya satu umat saja, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap apa yang
diberikanNya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam membuat kebaikan”. (Q.S.
Al-Maidah (5):48). Dan masih banyak lagi
ayat yang menerangkan tenang hal seperti ini seperti dalam Al-Qur’an surat
Al-Ira (17): 84, Ibrahim (14): 4, Al-Kafirun (109): 6, dan Al Baqarah (2): 148.
(Hamdan Farchan, 1999:5)
2. Pluralisme Agama di Dalam Masyarakat
Konsekuensi dari pluralitas agama bagi setiap umat beragama adalah
kewajiban untuk mengakui sekaligus menghormati agama lain, sehingga sikap
keagamaan yang perlu dibangun dalam menghadapi pluralitas agama adalah prinsip
kebebasan dalam memeluk suatu agama.
Prinsip yang demikian antara lain dibangun dari misi historis Islam
bahwa “Tidak ada paksaan untuk memeluk
agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat…” (Q.S. Al-Baqarah (2):256). (Ajat Sudrajat, 2008:154).
Kerukunan hidup umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua
golongan agama bisa hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing
untuk melaksanakan kewajiban agamanya.
Masing-masing hidup sebagai pemeluk agama yang baik dalam keadaan rukun
dan damai. Kerukunan hidup umat beragama
yang didasari oleh kesadaran akan keniscayaan pluralitas agama hanya akan bisa
tercapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada satu sama lain.
Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan mempunyai makna bagi
kehiduipan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam:
a)
Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan
dan kebiasaan golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan
ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri
b)
Sikap saling menghormati hak orang lain untuk
menganut dengan sungguh-sungguh ajaran agamanya
c)
Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan
agama lain
d)
Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama
orang lain.
e)
Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri
dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain
f)
Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan sosial
utnuk membatasi keterbelakangan bersama
g)
Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan
pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai kemajuan
bersama. (Ajat Sudrajat, 2008:155-156)
Adanya informasi dan kesadaran akan pluralitas
keagmaan yang menjangkau konsep ajaran dan praktek ajarannya dapat menciptakan
kerukunan hidup beragama, saling memahami dan menghormati antar pemeluk agama
menuju keharmonisan hidup beragama.
3.
Pluralisme Agama Untuk Membangun Perdamaian
Pluralitas merupakan realitas hidup manusia dan keberadaannya tidak bisa
dianulir. Untuk membangun perdamaian
adanya kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang mutlak.
Hal yang harus dilakukan untuk
menebarkan kesadaran pluralisme agama di
masyarakat adalah:
a.
Sosialisasi kesadaran pluralisme agama harus
ditebarkan pada berbagai elemen yang ada di masyarakat. Karena persoalan kurangnya kesadaran
pluralisme agama bisa terdapat pada siapa saja, maka tidak salah ketika masyarakat
umum mudah terprovokasi isu-isu yang bernuansa primordialisme
b.
Melakukan penguatan kesadaran pluralisme agama tidak
hanya dalam bentuk formal yang dilembagakan seperti atas nama Lembaga Kajian,
Forum Dialog dan semacamnya, karena akan menyebabkan tidak longgar bahkan
terbatas dalam ruang-ruang tertutup.
Tapi perlu membumi yang bersifat longgar dan dapat berakses ke mana
saja.
c.
Membuat tema dan program pluralisme agama yang akrab
dengan kehidupan masyarakat dimana kita tinggal jangan bersifat melangit seperti
seminar, diskusi yang dikonsumsi oleh kalangan terbatas, masyarakat luas tidak
ikut mengakses. (Hamdan Farchan, 2005:1)
Ada
hal yang perlu kita sadari dalam melakukan penyadaran pluralisme agama,
yaitu kuatnya belenggu wacana yang
abstrak di antara aktivis tentang pluralisme agama, secara tidak sadar telah
terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai kesadaran pluralisme agama
di masyarakat versi aktivis atau akademisi, sehingga tidak bisa membedakan mana
persoalan interpretasi kesadaran pluralisme agama di masyarakat dan mana
persoalan kemasyarakatan yang sesungguhnya.
Sehingga pemahaman pluralisme menjadi kering dan kaku karena berada
dalam tempurung formalisme.
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk menjadikan kesadaran pluralisme agama sebagai inspirasi
yang dinamis dalam mewujudkan perdamaian sejati adalah:
a.
Perlu melibatkan elemen masyarakat secara luas dari
berbagai strata masyarakat
b.
Memadukan antara wacana dan kegiatan ril di
masyarakat
c.
Melakukan yang kita mampu dan kontekstual berpegang
dengan karakter lokalitas dimana kita berada, yang mengedepankan
persamaan-persamaan di antara kita dalam bentuk kerja-kerja kemanusiaan
d.
Jangan terjebak model kegiatan yang kaku. (Hamdan
Farchan, 2003:4)
Dengan penyadaran pluralisme agama, kita berupaya membebaskan manusia
dari keterasingan dan rasa kesendirian dalam hidup berkebangsaan serta
menghindari terjadinya berbagai konflik yang dapat terjadi di dalam
masyarakat. Penyadaran pluralisme agama
penting dilakukan di Indonesia karena masyarakatnya yang majemuk secara
kepercayaan atau agama, dengan kesadaran ini akan memberikan tempat yang sama
bagi setiap individu maupun kelompok masyarakat untuk mengembangkan potensi
diri dan kreatifitasnya secra maksimal melalui hidup yang bebas, jujur dan
bertanggung jawab.
E.
Dialog
Antar Umat Bergama
Saat ini, pandangan
dan sikap umat terhadap agama terus bergeser seiring perkembangan zaman. Namun,
di balik semua itu, diperlukan dialog antarumat beragama atau dialog antar
iman, sebagai media dan sarana efektif untuk mengurangi ketegangan akibat
munculnya perbedaan masing-masing kebudayaan tersebut . Ada tiga faktor utama
yang menyebabkan belum terwujudnya dialog antar umat beragama yaitu yaitu
pertama, penyalahgunaan dan penyimpangan penggunaan bahasa dalam agama itu sendiri.
Kedua, penerapan metode komunikasi yang sering kali salah dan cenderung
antipati. Ketiga, perilaku untuk saling mengasihi sesama . Dialog antarumat beragama
dalam mengatasi munculnya perbedaan nilai-nilai dasar agama dalam masyarakat,
seharusnya mengutamakan komunikasi interpersonal, komunikasi antarbudaya dan
kearifan masyarakat lokal, bukan komunikasi pengerahan massa menghadapi
masyarakat lain yang berbeda. Dengan begitu, ketegangan konflik antarsesama
akan terhindarkan .
Setidaknya
ada empat paradigma yang dapat diungkapkan untuk dijadikan landasan dalam
melakukan dialog antaragama, yaitu: kesadaran akan perbedaan, kebebasan
beragama, kebenaran bersifat universal dan doktrin supersessionisme Alquran
sebagai legitimasi bagi agama-agama sebelumnya . Selain itu setidaknya ada dua hal yang dapat dijadikan
alasan perlunya diadakan dialog antaragama. Pertama, secara sosiologis, yakni
era globalisasi dan informasi yang telah melanda seluruh aspek kehidupan
manusia Kedua, secara kemanusiaan , yaitu sebagaimana yang kita lihat dewasa
ini, peradaban modern telah tampil dalam dua wajah yang antagonistis .
Pengertian dialog antaragama adalah suatu tema
antara dua atau lebih pemeluk agama yang berbeda, di mana diadakan
pertukaran nilai dan informasi keagamaan pihak masing-masing untuk mencapai
bentuk kerja sama dalam semangat kerukunan .
Berikut ini adalah
beberapa pedoman dasar dialog antaragama menurut Leonard Swidler .
1.
Tujuan dialog antaragama adalah untuk
menambah pengetahuan.
2.
Dialog
antar agama harus dari 2 pihak yang
masing-masing sebagai pemeluk agama .
3.
Masing-masing
pihak harus bersikap jujur dan ikhlas .
4.
Dalam dialog antaragama tidak boleh
membandingkan antara konsep dengan praktek. Tetapi hendaknya yang dibandingkan
adalah konsep dengan konsep, ataupun sebaliknya .
5.
Masing-masing pihak harus memposisikan
dirinya sesuai dengan eksisitensinya sendiri .
6.
Masing-masing pihak tidak dibenarkan memiliki
asumsi untuk mencari perbedaan-perbedaan, tetapi harus berusaha mencoba setuju
dengan pihak lain sejauh masih terpelihara integritas keyakinannya.
7.
Dialog antaragama hanya bisa dilakukan dengan
posisi seimbang.
8.
Dialog antaragama bisa terlaksana atas dasar
saling percaya .
9.
Orang yang mengikuti dialog antaragama,
hendaknya memiliki sifat kritis terhadap dirinya dan agamanya .
10.
Masing-masing pihak harus mencoba untuk
menghayati agama atau kepercayaan pihak lain secara mendalam .
11.
Dialog antaragama mencakup tiga bidang
lapangan operasional. Pertama, dialog antaragama dalam dataran praksis , Kedua,
dialog antaragama dalam dataran spritual , Ketiga dialog antaragama dalam
dataran kognitif .
12.
Dialog antaragama dapat dilakukan dalam tiga
tingkatan. Pertama tingkatan saling mengenal dan mengetahui satu sama lain di
antara para pemeluk agama , Kedua
tingkatan adanya upaya untuk saling mengamati perbedaan nilai-nilai yang
diyakini masing-masing pemeluk agama yang berbeda dengan harapan untuk mencari
penyesuaian dengan diri sendiri. Ketiga, tingkatan adanya upaya untuk mencari
dan menyingkapkan wilayah realitas baru dan kebenaran yang belum terungkap
sebelumnya sebagai hasil dari dialog tersebut .
Ada dua hal yang sesungguhnya ingin dicapai dialog antar
agama ini. Pertama, pada tataran normatif yaitu adanya pemahaman yang relatif
benar terhadap esensi agama itu sendiri , Kedua, dialog antar agama diperlukan dalam
rangka membangun kembali kira-kira bagaimana relasi antar agama yang terbaik,
dan sampai saat ini belum ada formula dialog yang terbaik .
Ada beberapa model yang bisa dilakukan untuk melaksanakan
dialog antar umat beragama / antar iman yang di kemukakan oleh Kimball sebagai
berikut ( Ajat Sudrajat, 2009:158 ) .
1.
Dialog
Parlementer. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh umat beragama
di tingkat dunia.
2.
Dialog
Kelembagaan. Dialog ini dilakukan dengan melibatkan Organisasi-organisasi
keagamaa.
3.
Dialog
Teologi . Tujuannya adalah untuk membahas persoalan-persoalan teologis
–filosofi .
4.
Dialog
dalam Masyarakat. Dialog ini dilakukan
dalam bentuk kerjasama dari komunitas agama yang plural yang menggarap dan
menyelesaikan masalah-masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
5.
Dialog
Kerohanian . Tujuannya adalah untuk mengembangkan dan memperdalam kehidupan
spiritual di antara berbagai agama .
Contoh
:
1.
Dialog
antar agama yang dilakukan oleh negara Indonesia –Austria , Selasa (9/11). Austria
adalah negara maju dan negara barat, sedangkan Indonesia adalah negara
berkembang dengan penduduk Islam terbesar di dunia . komunikasi antara umat
beragama di kedua negara dapat terjalin dalam beragam bentuk mulai dari
kegiatan pendidikan, dialog secara bersama, kunjungan antar pemimpin atau
pemuka agama antara kedua negara. "Kita berkolaborasi untuk capai tujuan
yang sama," kata SBY .
2.
Kegiatan dialog yang diadakan oleh LSM
Dian Interfidai. Hal-hal yang yang
didiskusikan adalah suatu isu yang sedang hangat diperbincangkan di dalam
masyarakat. Suatu isu tersebut
didiskusikan berlandaskan pandangan masing-masing agama. Sehingga, menimbulkan
suatu kesepakatan baru mengenai isu tersebut.
Sebagai contoh, yaitu isu tentang mengucapan salam bagi umat selain
Muslim.
Sebenarnya tugas untuk mendaratkan misi illahiyah,
holisitas agama, agar keberadaan agama menyemai dari agama yang terlembaga
menjadi perilaku umat, dari agama yang ideologis-dogmatis menjadi perilaku
agama yang inklusif-empirik bukanlah hanya tugas dari para agamawan dan
rohaniawan. Tugas tersebut juga
merupakan tugas dari para akademisi, oleh sebab itu menjadi sangat penting
untuk membumikan dialog agama di ruang kuliah.
Menurut Arjita STh mantan pejabat Bimas Kristen Kemenag
Kanwil DIY, dialog agama di Perguruan Tinggi adalah dengan memberikan
pengertian bahwa dalam agama-agama sesungguhnya ada simpul-simpul persamaannya,
walaupun tidak mengingkari terhadap perbedaannya, pemahaman ini mengajak
mahasiswa utnuk memandang secara positif agama lain. Arjita juga menambahkan bahwa penyadaran ini
dikemas dalam sebuah pemahaman bahwa dalam setiap agama termuat nilai holistic-profetik,
seperti keselamatan dan amal kebajikan.
Kegiatan ini dapat berdampak positif pada generasi kita, yaitu generasi
yang bukan eksklusive. (Hamdan Farchan, 1998:10)
Dengan dialog antaragama diharapkan terjadi
pertukaran nilai dan informasi keagamaan antar pemeluk agama yang berbeda untuk
mencapai bentuk kerja sama dalam semangat kerukunan. Dengan demikian agama
menjadi berfungsi dan dapat diberdayakan sebagaiman semestinya .
BELUM
DA CATATAN PERUT NA)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Toleransi
berasal dari bahasa Latin yaitu “tolerare” yang berarti bertahan atau memikul. toleransi
adalah sikap menghargai dan menghormati setiap orang yang berbeda-beda baik
secara etnis, ras, bahasa, budaya, politik, pendirian, kepercayaan maupun
tingkah laku.
Manfaat yang diperoleh dari sikap toleransi adalah Menghindari terjadinya perpecahan, memperkokoh
silaturahmi dan dapat menerima perbedaan.
Akibat apabila toleransi diabaikan adalah menimbulkan konflik di dalam
masyarakat semakin maraknya pelanggaran HAM.
Saling
menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif. Kita harus bersikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa
mempersoalkan perbedaan keyakinan.
Prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung
sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang
tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan
konsekuensi alamiah dari prinsip ini.
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama,
Islam mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil. Selama tidak berbuat aniaya kepada umat
Islam.
Kerukunan umat
beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya
toleransi agama. Kerukunan umat beragama
bertujuan untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat
ikut serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup
dinegeri ini.
Ada tiga kerukunan umat beragama, yaitu
kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan umat
beragama dengan pemerintah. Kerukunan umat beragama dapat menjamin stabilitas
sosial sebagai syarat mutlak pembangunan.
Selain itu kerukunan juga dapat dikerahkan dan dimanfaatkan untuk
kelancaran pembangunan. Ketidak rukunan
menimbulkan bentrok dan perang agama serta mengancam kelangsungan hidup bangsa
dan negara.
pluralisme agama adalah mengakui adanya kemajemukan, keragaman dan
keberbedaan, baik yang prinsip maupun tidak, yang meliputi keberbedaan
keyakinan atau agama. Dalam Al-Qur’an
terdapat beberapa teks yang mendukung sikap positif terhadap keyakinan lain. Juga terdapat ayat-ayat yang
bersifat netral.
Sikap lapang dada dalam kehidupan beragama akan mempunyai makna bagi
kehiduipan dan kemajuan masyarakat plural
Pluralitas merupakan realitas hidup manusia dan keberadaannya tidak bisa
dianulir. Untuk membangun perdamaian
adanya kesadaran pluralisme agama merupakan hal yang mutlak
Dialog agama diselenggarakan sebagai usaha untuk
mempertemukan tokkoh-tokoh agama dalam rangka pembinaan kerukunan umat
beragama. Dengan dialog antaragama
diharapkan terjadi pertukaran nilai dan informasi keagamaan antar pemeluk agama
yang berbeda untuk mencapai bentuk kerja sama dalam semangat kerukunan. Dengan
demikian agama menjadi berfungsi dan dapat diberdayakan sebagaiman semestinya. sangat penting untuk
membumikan dialog agama di ruang kuliah.
Ada dua hal yang
sesungguhnya ingin dicapai dialog antar agama ini. Pertama, pada tataran
normatif yaitu adanya pemahaman yang relatif benar terhadap esensi agama itu sendiri
, Kedua,
dialog antar agama diperlukan dalam rangka membangun kembali kira-kira
bagaimana relasi antar agama yang terbaik,
B.
Saran
Dewasa ini, diharapkan adanya peningkatan kerukunan antar
umat beragama di Indonesia. Toleransi
sebagai salah satu kunci untuk mewujudkan hal tersebut perlu mendapatkan
perhatian yang lebih, agar terciptanya Negara yang terhindar dari perpecahan,
menerima adanya perbedaan serta mencintai silaturrahmi.
Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak
asing lagi dan bahkan mengeksistensi sejak Islam itu ada. Maka teori toleransi
di dalam Islam harus diimplementasikan dan dipraktikkan secara konsisten
Daftar
Pustaka
Ajat Sudrajat, Din Al Islam, Yogyakarta: UNY Press,
2008
Hamdan Farchan, Dari Teologi Profesional ke Teologi Praktisi,
Kompas, 15 Februari 1999. Hlm. 4.
Hamdan Farchan, Dari Teologi Profesional ke Teologi Praktisi,
Kompas, 15 Februari 1999. Hlm. 5.
Hamdan Farchan, Membumikan Dialog Agama Di Ruang Kuliah,
Bakti, No. 79 (Januari), 1998. Hlm. 10.
Hamdan Farchan,
“Pluralitas dan Potensi Konflik” (Makalah
Workshop Mediasi Konflik Tingkat Wilayah Jateng, Pati, 2005). Hlm. 1.
Hamdan Farchan,
“Kesadaran Pluralisme Modal Dasar
Membangun Demokrasi” (Makalah Workshop Mengawal Kebijakan Pemda Menegakkan
Keadilan, 2002). Hlm. 2.
Hamdan Farchan,
“Reaktualisasi Gerakan Sosial Berbasis
Pluralisme Untuk Perdamaian” (Makalah Workshop di Glagah Kulon Progo
Yogyakarta, 2003). Hlm. 4.
Hamdan Farchan,
“Agama Dan HAM Dalam Konteks Masyarakat
Pluralis” (Makalah Workshop di CD BethesdaYogyakarta, 2003). Hlm. 2.
Syamsul Arifin, Toleransi Antar-Umat Beragama dalam
Pandangan Islam, (Dalam www.Yayasan An
Naba’Center.org.,2009). Hlm. 4.
izin copy yu buat tugas kuliah :D . . . kunjungi www.tirtaz88.blogspot.com , thanks :)
BalasHapus