Senin, 16 April 2012

Sejarah (Generalisasi Sejarah)

GENERALISASI SEJARAH

Generalisasi (bahasa Latin generalis berarti umum) adalah pekerjaan penyimpulan dari yang khusus kepada yang umum.  Generalisasi yang tersedia dapat menjadi dasar penelitian bila sifatnya sederhana, sudah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya, dan merupakan accepted history.  Generalisasi itu dapat dipakai sebagai hipotesis deskriptif, yaitu sebagai dugaan sementara.  Generalisasi sejarah yang sebenarnya adalah hasil penelitian.  Generalisasi atau simpulan (kesimpulan umum) memang sangat perlu dalam sejarah.  Generalisasi bertujuan dua hal, yaitu:
a.            Saintifikasi 
Semua ilmu menarik kesimpulan umum.  Keajekan menjadi tumpuan dalam generalisasi.  Dalam sejarah generalisasi sama dengan teori bagi ilmu lain.  Kalau orang menggunakan istilah teori untuk sejarah, maka yang dimaksud adalah generalisasi.  Generalisasi sejarah sering dipakai untuk mengecek teori yang lebih luas.  Namun tidak semua generalisasi itu benar.  Hal ini terlihat pada sejarah revolusi Perancis dan revolusi Indonesia.  Saintifikasi berdasarkan pada keilmuan.

b.            Simplifikasi
Simplifikasi diperlukan supaya sejarawan dapat melakukan analisis.  Simplifikasi berkaitan dengan penyederhanaan.  Penyederhanaan yang ditentukan lewat pembacaan itu akan menuntun sejarawan dalam mencari data, melakukan kritik sumber, interpretasi dan penulisan.
Ada memang metode penelitian sosial yang menganjurkan supaya orang datang  ke lapangan dengan kepala kosong.  Anjuran itu paling tepat bagi sejarawan.   Akan tetapi, cepat atau lambat, orang harus melakukan penyederhanaan supaya ia dapat menuliskan sesuatu.



Macam-macam Generalisasi:
a.             Generalisasi konseptual
Disebut dengan generalisasi konseptual karena berupa konsep yang menggambarkan fakta.  Contohnya penggunaan kata revolusi, bukannya pemogokan, pemberontakan dan ontran-ontran.  Konsep tersebut dapat diambil dari berbagai macam ilmu contohnya ilmu sosial.  Pada ilmu sosial ada istilah patron-klien dipakai orang untuk menjawab pertanyaan mengapa sama-sama Islamnya, desa-desa di Jawa Barat ada yang mengikuti Kartosuwiryo dan ada yang tidak.
Konsep-konsep itu tidak harus diambil dari ilmu lain, sejarah juga punya hak untuk membuat konsep, contohnya konsep renaisans.

b.            Generalisasi Personal
Merupakan cara berpikir yang menyamakan bagian dengan keseluruhan atau pars pro toto.  Dengan kata lain yaitu mengidentikkan sesuatu dengan sesuatu.  Contohnya kemerdekaan Indonesia dengan Soekarno-Hatta dan Orde Baru dengan Presiden Soeharto.  Tentu saja itu tidak terlalu salah, hanya saja itu berarti kita meniadakan peran orang-orang lain.
Dalam ilmu sejarah, mengidentikkan peristiwa dengan peranan seorang pahlawan disebut dengan teori pahlawan dalam sejarah atau hero worship.  Untuk mengurangi pemujaan pada pahlawan, dalam ilmu sejarah dikenal istilah kekuatan sosial atau social force yang mengatakan bahwa setiap perubahan sejarah disebabkan oleh perubahan sosial

c.             Generalisasi Tematik
Biasanya judul buku sama dengan topik buku.  Seperti buku A Little Commonwealth: Family Life in Plymouth Colony, yang menceritakan budaya puritan pada sejarah Amerika.  Buku Mahatma Gandhi, An Autobiography: Or My Experiments with Truth, menceritakan seperti judulnya, yaitu percobaan Gandhi untuk menyatakan kebenaran. 
Demikian juga buku yang ditulis orang mengenai Presiden Soeharto, O.G. Roeder, Anak Desa, yang melukiskan bahwa pada hakikatnya presiden itu ialah anak desa.  Biografi itu ternyata tidak jauh dari kenyataan.  Seolah-olah judul  biografi itu membuat kesimpulan umum tentang psikologi Pak Harto.

d.            Generalisasi Spatial
Kita sering membuat generalisasi tentang tempat.  Contohnya tentang kota-kota di Selat Madura—seperti disertasi F.A. Sotjipto, Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura.  Tempat yang dihubungkan oleh sungai, laut, dan lembah dapat menjadi satuan geografis mempunyai ciri-ciri sama.  Ciri-ciri itu tidak perlu sama; bahkan mungkin bertentangan, tetapi jadi satuan geografis. Atau seperti Korea, Jepang, dan Cina kita menyebutnya dengan Asia Timur serta  Asia Tenggara untuk Negara-negara ASEAN dan Filipina.  Sejarah suatu kota juga merupakan generalisasi spatial.

e.             Generalisasi Periodik
Apabila membuat periodisasi, kita pasti membuat kesimpulan umum mengenai sebuah periode.  Penyebuatan sebuah periode tentu saja tergantung pada sudut pandang orang dan tergantung jenis sejarah yang ditulis. Contohnya Sejarawan Indonesia menyebut zaman sesudah Zaman Islam dengan Zaman Kolonial, sedangkan sejarawan lain menyebutnya dengan De Gama Period, sementara itu sejarawan Belanda merasa cukup dengan sebutan “ekspansi Eropa”.  Itu semua dengan alasan masing-masing.

f.             Generalisasi Sosial
Bila kita melukiskan suatu kelompok sosial dalam pikiran kita sudah timbul generalisasi.  Contohnya pemakaian kata petani.  Dalam bahasa Inggris ada perbedaan antara peasant dengan farmer.  Peasant biasa diterjemahkan dengan petani, sedangkan farmer dapat diterjemahkan dengan pengusaha-tani.  Sedangkan petani di Indonesia pada abad ke-19, yaitu di dua kerajaan Jawa, Surakarta dan Yogyakarta tidak dapat dibayangkan tanpa masyarakat bangsawan dan budaya keraton yang didukungnya.
Generalisasi itu kita perlukan asal diikuti dengan spesifikasi.  Sejarah adalah ilmu yang sekaligus melakukan generalisasi dan spesifikasi.  Diharapkan tulisan sejarawan akan berimbang.

g.            Generalisasi Kausal
Generalisasi tentang sebab musabab kesinambungan, perkembangan, pengulangan, dan perubahan sejarah.  Contohnya pada tingkat individual, adanya sebab-sebab orang berubah, hal ini tidak lepas dari generalisasi kausal yaitu keluarga, desa, satuan di atas desa, negara, masyarakat, budaya dan sejarah.
Bila orang memastikan hanya satu saja yang menyebabkan, itu disebut determinisme.  Determinisme bersifat filisofis ada dua, yaitu:
1.         Idealisme, yang menggerakkan sejarah ialah ide
2.         Materialisme, yang menggerakkan sejarah ialah materi
Namun, yang terlupakan oleh determinisme ialah faktor manusia.  Generalisasi sejarah selalu bersifat aposteriori, yaitu sesudah pengamatan.

h.            Generalisasi Kultural
Merupakan kesimpulan umum yang dihasilkan berdasarkan kultural masyarakat.  Para pelaku sejarah sendiri kadang-kadang melakukan generalisasi kultural.  Kita juga dapat melakukan penelitian sejarah berdasar atas generalisasi kultural “daerah hukum adat” yang dibuat oleh Van Vollenhoven dan Ter Haar.

i.              Generalisasi Sistematik
Adanya kesimpulan umum mengenai suatu sistem dalam sejarah. Contohnya dalam sejarah ekonomi, hubungan antara Afrika, Amerika, dan Eropa sebelum Perang Saudara dapat digambarkan sebagai sebuah system.  Afrika mengirim tenaga (budak) ke Amerika, Amerika mengirim bahan mentah (kapas) ke Eropa dan Eropa (Inggris) mengirim barang jadi (tekstil) ke Afrika.

j.              Generalisasi Struktural
Kesimpulan umum yang dihasilkan berdasarkan pembelajaran atau penelitian terhadap susunan atau struktur dari makhluk hidup maupun benda mati.  Misalnya, generalisasi struktural tentang orang Indonesia yang dibuat oleh orang asing. Prediksi-prediksi atau dugaan yang muncul di dalam masyarakat disebabkan oleh structure of events, susunan peristiwa, sudah diketahui.  Contohnya banyak orang bisa menduga apa yang akan dikerjakan Amerika di Irak dan di Haiti pada 1994.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar