Selasa, 17 April 2012

Sejarah (Guna Sejarah)



GUNA  SEJARAH

Sejarah itu berguna secara intrinsik dan ekstrinsik.  Secara intrinsik, sejarah itu berguna sebagai  pengetahuan.  Seandainya sejarah tidak ada gunanya secara ekstrinsik, yang berarti tidak ada sumbangannya di luar dirinya.
A.          GUNA INTRINSIK
Ada setidaknya empat guna sejarah secara intrinsik, yaitu:
1.         Sejarah sebagai ilmu
Sejarah sebagai ilmu dapat berkembang dengan berbagai cara yaitu:
a.       Perkembangan dalam filsafat
b.      Perkembangan dalam teori sejarah
c.       Perkembangan dalam ilmu-ilmu lain
d.      Perkembangan dalam metode sejarah
2.         Sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau
Ada setidaknya dua sikap terhadap sejarah setelah orang mengetahui masa lalunya, yaitu:
a.       Melestarikan, melestarikan masa lampau karena menganggap masa lampau itu penuh makna
b.      Menolak, menolak masa lampau karena menganggap masa lampau sebagai sebuah hambatan dalam suatu masyarakat. Contoh: kehadiran kerajaan Surakarta dan Mangkunegara.
3.         Sejarah sebagai pernyataan pendapat
Banyak penulisan sejarah yang menggunakan ilmunya untuk menyatakan pendapat.  Contoh dalam penulisan sejarah Amerika, yang mempunyai dua aliran yaitu:
a.       Konsensus
Aliran yang menekankan konsensus diantaranya terdapat dalam tesis garis depan dan tesis tentang individualisme.



b.      Konflik
Aliran yang menekankan konflik bisaanya mengajukan tesis persengkongkolan  (conspiracy).

4.         Sejarah sebagai profesi
Tidak semua lulusan sejarah dapat tertampung dalam profesi kesejarahan. Semua profesi kesejarahan tentu saja memerlukan orang yang dapat menulis sejarah, tetapi kita tidak dapat mengharapkan semua orang untuk mempunyai idealisme.  Mereka dianjurkan untuk memhubungi MSI (Masyarakat Sejarawan Indonesia).

B.           GUNA EKSTRINSIK
1.         Sejarah sebagai pendidikan moral
Banyak memberikan contoh tentang benar dan salah, baik dan buruk, cinta dan benci, berhak dan tidak, merdeka dan terjajah dermawan dan pelit serta berani dan takut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2.         Sejarah sebagai pendidikan penalaran
Sejarah harus berpikir plurikausal, yang menjadi penyebab itu banyak hal, bukannya monokausal, pikiran yang menyatakan bahwa sebab terjadinya peristiwa itu hanya satu.  Dengan kata lain sejarawan harus berpikir secara multidimensi, melihat segala sesuatu dari banyak segi.  Menjadi sejarawan juga memaksa orang menjadi penyabar.

3.         Sejarah sebagai pendidikan politik
Pada zaman Orde Lama ada indoktrinasi.  Indoktrinasi itu dilakukan pada organisasi dan melalui sekolah.  Tujuan dari pendidikan politik ialah dukungan atas politik kekuasaan dengan mendorong perbuatan-perbuatan revolusioner dan menyingkirkan kaum kontrarevolusi.  Zaman Orde Baru kita mengenal penataran-penataran dengan tujuan pembangunan.  Tentu saja tujuan, intensitas, dan materi berbeda-beda, tetapi semua dapat dimasukkan dalam pendidikan politik.  Hal ini bertujuan untuk mengenalkan ideology Negara serta hak dan kewajiban warga Negara. 
Kita dapat menulis sejarah pendidikan politik di Indonesia yang sumbernya berasal dari bahan-bahan tertulis mengenai sejarah organisasi yang digunakan oleh para kader.

4.         Sejarah sebagai pendidikan kebijakan
Sejarah semacam ini diperlukan oleh semua lembaga penelitian.  Untuk menentukan suatu kebijakan dibutuhkan pandangan tentang lingkungan alam, masyarakat dan sejarah.  Sementara lingkungan alam dapat dipenuhi oleh ilmu-ilmu lingkungan dan masyarakat oleh ekonomi, sosiologi, antropologi dan politik, pandangan berdasar waktu hanya dapat dipenuhi oleh sejarah.
Misalnya, kita akan membuat peraturan tentang otonomi daerah.  Kita tidak akan tahu hasilnya, andaikata undang-undang tentang otonomi dibuat tanpa mengetahui kebijakan serupa di masa lampau

5.         Sejarah sebagai pendidikan perubahan
Pendidikan perubahan diperlukan oleh politisi, ormas-ormas, usaha-usaha bahkan pribadi-pribadi.
Kaum politisi yang tidak dapat mengantisipasi gelagat perubahan akan ketinggalan.  Untuk dapat melestarikan kepemimpinan, perlu diketahui perubahan apa yang sedang dialami oleh para pengikut.
Ormas-ormas juga mengenalkan kepada anggotanya perlunya pengelolaan perubahan, dengan maksud agar anggota terhindar dari konservatisme atau radikalisme.
Badan-badan usaha, maju mundurnya perusahaan, keberanian atau ketakutan ekspansi sangat tergantung pada kelihaian pimpinannya dalam membaca perubahan.
Untuk pribadi, membaca autobiografi dan biografi tokoh-tokoh akan member inspirasi untuk melangkah.

6.         Sejarah sebagai pendidikan masa depan
Indonesia dapat belajar segala hal dari negara-negara yang telah maju dalam bidang-bidang tertentu.  Contohnya saja dari negara-negara yang sudah memasuki pascaindustrial, diantaranya ditandai dengan semakin banyaknya jaminan social dan menghilangnya proletariat, Indonesia dapat belajar dalam pengelolaan masyarakat.
Kita harus banyak membaca sejarah negara-negara lain, bukan karena teknologinya yang lebih maju yang dengan mudah dapat diserap, tetapi yang lebih penting ialah belajar organisasi sosialnya.  Kita juga bisa belajar bagaimana dalam waktu yang relatif singkat dapat mengangkat ekonomi bumiputra.

7.         Sejarah sebagai pendidikan keindahan
Saat membaca sejarah Indonesia, kita diminta untuk membuka hati dan perasaan.  Sehingga timbul rasa bangga dan cinta terhadap sejarah tanah air.  Sangat disayangkan, Indonesia masih tertinggal dalam pendidikan untuk mencintai tanah air lewat keindahan sejarah.

8.         Sejarah sebagai ilmu bantu
Sejarah dapat mengantarkan orang secara baik, karena sejarah memberikan bantuan untuk berbagai macam disiplin.  Contohnya, belajar sejarah penting untuk ilmu-ilmu kehutanan dan kedokteran.  Untuk dapat mengelola hutan dengan baik perlu dipelajari sejarah pengelolaan hutan dimasa lampau, di samping belajar konsep-konsep baru seperti hutan sosial.  Demikian juga untuk kedokteran masyarakat, penanggulangan epidemi di masa lalu penting untuk dapat diketahui.

9.         Sejarah sebagai latar belakang
Sejarah juga perlu untuk seni.  Kebangkitan novel sejarah pada abad ke-19 tidak dapat terjadi tanpa kemajuan dalam penulisan sejarah.  Di Indonesia, Abdul Muis tidak mungkin menulis novel tentang Robert, anak Surapati, tanpa mengetahui sejarah Untung Surapati.  Eros Djarot tak akan sanggup membuat film Tjut Nyak Dhien tanpa  membaca sejarah Aceh.
Orang tak akan sanggup membuat diorama tanpa belajar sejarah.  Tokoh, peristiwa, dan suasana sejarah dapat menjadi latar belakang kesenian.

10.     Sejarah sebagai rujukan
Sejarah dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi oleh siapapun.  Contohnya, untuk mengetahui kecenderungan reaksi kelompok social tertentu terhadap inovasi, para perencana pembangunan dapat belajar banyak dari sejarah pembangunan di tempat lain. Penyebaran keluarga berencana di Indonesia yang dapat ditiru oleh Bangladesh karena mempunyai kebudayaan yang sama.

11.     Sejarah sebagai bukti
Sejarah dapat dijadikan bukti atas peristiwa tertentu, dan sejarah selalu dipakai untuk membenarkan perbuatan.  Contohnya saja antara Jepang dan China yang mempermasalahkan mengenai pendudukan.
Pemerintah Orde Baru juga menggunakan bukti-bukti sejarah atas keberhasilan pembangunan untuk tetap memelihara stabilitas nasional dan mempertahankan Pancasila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar