GENERALISASI
SEJARAH
Generalisasi (bahasa Latin generalis
berarti umum) adalah pekerjaan penyimpulan dari yang khusus kepada yang
umum. Generalisasi yang tersedia dapat
menjadi dasar penelitian bila sifatnya sederhana, sudah dibuktikan oleh
peneliti sebelumnya, dan merupakan accepted history. Generalisasi itu dapat dipakai sebagai hipotesis
deskriptif, yaitu sebagai dugaan sementara.
Generalisasi sejarah yang sebenarnya adalah hasil penelitian. Generalisasi atau simpulan (kesimpulan umum)
memang sangat perlu dalam sejarah.
Generalisasi bertujuan dua hal, yaitu:
a.
Saintifikasi
Semua ilmu
menarik kesimpulan umum. Keajekan
menjadi tumpuan dalam generalisasi.
Dalam sejarah generalisasi sama dengan teori bagi ilmu lain. Kalau orang menggunakan istilah teori untuk
sejarah, maka yang dimaksud adalah generalisasi. Generalisasi sejarah sering dipakai untuk
mengecek teori yang lebih luas. Namun
tidak semua generalisasi itu benar. Hal
ini terlihat pada sejarah revolusi Perancis dan revolusi Indonesia. Saintifikasi berdasarkan pada keilmuan.
b.
Simplifikasi
Simplifikasi
diperlukan supaya sejarawan dapat melakukan analisis. Simplifikasi berkaitan dengan
penyederhanaan. Penyederhanaan yang
ditentukan lewat pembacaan itu akan menuntun sejarawan dalam mencari data,
melakukan kritik sumber, interpretasi dan penulisan.
Ada memang
metode penelitian sosial yang menganjurkan supaya orang datang ke lapangan dengan kepala kosong. Anjuran itu paling tepat bagi sejarawan. Akan tetapi, cepat atau lambat, orang harus
melakukan penyederhanaan supaya ia dapat menuliskan sesuatu.
Macam-macam
Generalisasi:
a.
Generalisasi konseptual
Disebut
dengan generalisasi konseptual karena berupa konsep yang menggambarkan
fakta. Contohnya penggunaan kata
revolusi, bukannya pemogokan, pemberontakan dan ontran-ontran. Konsep tersebut dapat diambil dari berbagai
macam ilmu contohnya ilmu sosial. Pada
ilmu sosial ada istilah patron-klien dipakai orang untuk menjawab pertanyaan
mengapa sama-sama Islamnya, desa-desa di Jawa Barat ada yang mengikuti
Kartosuwiryo dan ada yang tidak.
Konsep-konsep
itu tidak harus diambil dari ilmu lain, sejarah juga punya hak untuk membuat
konsep, contohnya konsep renaisans.
b.
Generalisasi Personal
Merupakan
cara berpikir yang menyamakan bagian dengan keseluruhan atau pars pro
toto. Dengan kata lain yaitu
mengidentikkan sesuatu dengan sesuatu.
Contohnya kemerdekaan Indonesia dengan Soekarno-Hatta dan Orde Baru
dengan Presiden Soeharto. Tentu saja itu
tidak terlalu salah, hanya saja itu berarti kita meniadakan peran orang-orang
lain.
Dalam
ilmu sejarah, mengidentikkan peristiwa dengan peranan seorang pahlawan disebut
dengan teori pahlawan dalam sejarah atau hero worship. Untuk mengurangi pemujaan pada pahlawan,
dalam ilmu sejarah dikenal istilah kekuatan sosial atau social force yang
mengatakan bahwa setiap perubahan sejarah disebabkan oleh perubahan sosial
c.
Generalisasi Tematik
Biasanya
judul buku sama dengan topik buku.
Seperti buku A Little
Commonwealth: Family Life in Plymouth Colony, yang menceritakan budaya
puritan pada sejarah Amerika. Buku Mahatma
Gandhi, An Autobiography: Or My
Experiments with Truth, menceritakan seperti judulnya, yaitu percobaan
Gandhi untuk menyatakan kebenaran.
Demikian juga
buku yang ditulis orang mengenai Presiden Soeharto, O.G. Roeder, Anak Desa, yang melukiskan bahwa pada
hakikatnya presiden itu ialah anak desa.
Biografi itu ternyata tidak jauh dari kenyataan. Seolah-olah judul biografi itu membuat kesimpulan umum tentang
psikologi Pak Harto.
d.
Generalisasi Spatial
Kita
sering membuat generalisasi tentang tempat.
Contohnya tentang kota-kota di Selat Madura—seperti disertasi F.A.
Sotjipto, Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura. Tempat yang dihubungkan oleh sungai, laut,
dan lembah dapat menjadi satuan geografis mempunyai ciri-ciri sama. Ciri-ciri itu tidak perlu sama; bahkan
mungkin bertentangan, tetapi jadi satuan geografis. Atau seperti Korea, Jepang,
dan Cina kita menyebutnya dengan Asia Timur serta Asia Tenggara untuk Negara-negara ASEAN dan
Filipina. Sejarah suatu kota juga
merupakan generalisasi spatial.
e.
Generalisasi Periodik
Apabila
membuat periodisasi, kita pasti membuat kesimpulan umum mengenai sebuah
periode. Penyebuatan sebuah periode
tentu saja tergantung pada sudut pandang orang dan tergantung jenis sejarah
yang ditulis. Contohnya Sejarawan Indonesia menyebut zaman sesudah Zaman Islam
dengan Zaman Kolonial, sedangkan sejarawan lain menyebutnya dengan De Gama
Period, sementara itu sejarawan Belanda merasa cukup dengan sebutan “ekspansi
Eropa”. Itu semua dengan alasan
masing-masing.
f.
Generalisasi Sosial
Bila
kita melukiskan suatu kelompok sosial dalam pikiran kita sudah timbul
generalisasi. Contohnya pemakaian kata
petani. Dalam bahasa Inggris ada
perbedaan antara peasant dengan farmer.
Peasant biasa diterjemahkan dengan petani, sedangkan farmer dapat
diterjemahkan dengan pengusaha-tani.
Sedangkan petani di Indonesia pada abad ke-19, yaitu di dua kerajaan
Jawa, Surakarta dan Yogyakarta tidak dapat dibayangkan tanpa masyarakat
bangsawan dan budaya keraton yang didukungnya.
Generalisasi itu
kita perlukan asal diikuti dengan spesifikasi.
Sejarah adalah ilmu yang sekaligus melakukan generalisasi dan
spesifikasi. Diharapkan tulisan
sejarawan akan berimbang.
g.
Generalisasi Kausal
Generalisasi
tentang sebab musabab kesinambungan, perkembangan, pengulangan, dan perubahan
sejarah. Contohnya pada tingkat
individual, adanya sebab-sebab orang berubah, hal ini tidak lepas dari
generalisasi kausal yaitu keluarga, desa, satuan di atas desa, negara,
masyarakat, budaya dan sejarah.
Bila orang
memastikan hanya satu saja yang menyebabkan, itu disebut determinisme. Determinisme bersifat filisofis ada dua,
yaitu:
1.
Idealisme, yang menggerakkan sejarah
ialah ide
2.
Materialisme, yang menggerakkan sejarah
ialah materi
Namun, yang terlupakan oleh determinisme ialah faktor
manusia. Generalisasi sejarah selalu
bersifat aposteriori, yaitu sesudah pengamatan.
h.
Generalisasi Kultural
Merupakan
kesimpulan umum yang dihasilkan berdasarkan kultural masyarakat. Para pelaku sejarah sendiri kadang-kadang
melakukan generalisasi kultural. Kita
juga dapat melakukan penelitian sejarah berdasar atas generalisasi kultural
“daerah hukum adat” yang dibuat oleh Van Vollenhoven dan Ter Haar.
i.
Generalisasi Sistematik
Adanya kesimpulan umum mengenai
suatu sistem dalam sejarah. Contohnya dalam sejarah ekonomi, hubungan antara
Afrika, Amerika, dan Eropa sebelum Perang Saudara dapat digambarkan sebagai
sebuah system. Afrika mengirim tenaga
(budak) ke Amerika, Amerika mengirim bahan mentah (kapas) ke Eropa dan Eropa
(Inggris) mengirim barang jadi (tekstil) ke Afrika.
j.
Generalisasi
Struktural
Kesimpulan
umum yang dihasilkan berdasarkan pembelajaran atau penelitian terhadap susunan
atau struktur dari makhluk hidup maupun benda mati. Misalnya, generalisasi struktural tentang
orang Indonesia yang dibuat oleh orang asing. Prediksi-prediksi atau dugaan
yang muncul di dalam masyarakat disebabkan oleh structure of events, susunan
peristiwa, sudah diketahui. Contohnya
banyak orang bisa menduga apa yang akan dikerjakan Amerika di Irak dan di Haiti
pada 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar