SEJARAH DAN ILMU-ILMU SOSIAL
Sejarah
dan ilmu-ilmu sosial mempunyai hubungan timbal balik. Sejarah diuntungkan oleh ilmu sosial dan
sebaliknya. Belajar sejarah tidak dapat
dilepaskan dari belajar ilmu sosial, meskipun sejarah punya cara sendiri menghadapi
objeknya. Topik-topik baru dalam sejarah
terpikirkan, berkat ilmu sosial.
Namun
tujuan dan pendekatan dari sejarah dan ilmu sosial berbeda. Tujuan sejarah ialah mempelajari hal-hal yang
unik, tunggal, ideografis dan sekali terjadi dan pendekatannya itu diakronis,
memanjang dalam waktu. Ilmu sosial
tertarik kepada yang umum, ajek, nomotetis, dan merupakan pola, dan pendekatannya
sinkronis, melebar dalam ruang. Sejarah
mementingkan proses sementara ilmu sosial menekankan struktur.
A.
Kegunaan Sejarah Untuk Ilmu-Ilmu Sosial
Kegunaannya yaitu:
1.
Sejarah sebagai kritik
terhadap generalisasi ilmu-ilmu sosial
Contohnya: Buku the
religion of china yang ditulis oleh Max Weber, Buku Kal Wittfogel, oriental despotism, yang berisi teori
tentang hydraulic society.
2.
Permasalahan sejarah dapat
menjadi permasalahan ilmu sosial
Contohnya: Soedjito Sosrodihardjo menulis tentang
struktur masyarakat Jawa, Buku
Barrington Moore, Jr., Social Origins of
Dictatorship and Democracy: Lord and Peasant in the Making of the Modern World.
3.
Pendekatan sejarah yang
bersifat diakronis menambah dimensi baru pada ilmu-ilmu sosial yang sinkronis
Contohnya: Buku Clifford Geertz, yang berjudul Agricultural Involution: The Process of
Ecological Change in Indonesia dan The
Social History of an Indonesian Town
B.
Kegunaan Ilmu-Ilmu Sosial Untuk Sejarah
Pengaruh ilmu sosial pada sejarah dapat kita golongkan ke dalam
4 macam yaitu:
Penggunaan ilmu sosial dalam sejarah itu
bervariasi. Variasi itu ialah
1. Yang menolak sama sekali
2. Yang menggunakan secara implisit
3. Yang menggunakan secara eksplisit
4. Yang campuran dan kekaburan batas
Yang menolak sama sekali
penggunaan ilmu-ilmu sosial berpendapat:
1. Karena penggunaan ilmu sosial akan berarti hilangnya jati diri
sejarah sebagai ilmu yang diakui keberadaannya, jadi sejarah cukup dengan
common sense (akal sehat, nalar umum, akal sehari-hari) dan penggunaan dokumen
secara kritis.
2. Karena penggunaan ilmu-ilmu sosial hanya akan menjadikan sejarah
sebagai ilmu yang tertutup secara akademis dan personal. Secara akademis, tanpa ilmu sosial, sejarah
bersifat multidisipliner sedangkan dengan ilmu sosial, sejarah akan kehilangan
sifat kemandiriannya sebagai the ultimate interdisciplinarian. Secara personal, sejarah akan punya
peristilahan teknis dan ini tidak menguntungkan.
Adapun penggunaan ilmu-ilmu sosial
meliputi:
1.
Konsep
Bahasa Latin conceptus berarti gagasan atau ide. Sadar atau tidak, sejarawan banyak
menggunakan konsep ilmu-ilmu sosial.
2.
Teori
Bahasa Yunani theoria berarti, diantaranya, “kaidah
yang mendasari gejala, yang sudah melalui verifikasi”; ini berbeda dengan
hipotesis. Teori-teori dalam ilmu sosial
banyak digunakan oleh sejarawan untuk membantu mengungkap sejarah.
3.
Permasalahan
Dalam sejarah banyak
sekali permasalahan ilmu-ilmu sosial yang dapat diangkat menjadi topik-topik
penelitian sejarah.
4.
Pendekatan
Pendekatan ilmu
sosial digunakan oleh semua tulisan sejarah yang melibatkan penelitian suatu
gejala sejarah dengan jangka yang relative panjang (aspek diakronis) dan yang
melibatkan penelitian aspek ekonomi, masyarakat, atau politik (aspek
sinkronis).
C.
Ilmu-Ilmu Sosial Berguna Untuk Sejarah
1.
Sosiologi
Perlunya mempelajari
dan menguasai spesialisasi dalam sosiologi seperti sosiologi keluarga,
sosiologi desa, dan sosiologi kota; teori-teori sosiologi seperti stratifikasi,
revolusi, kekuasaan; konsep-konsep sosiologi, seperti mobilitas sosial,
perubahan sosial, dan solidaritas; untuk menulis sejarah sosial.
2.
Ilmu politik
Dalam ilmu politik di
antaranya ada istilah-istilah political culture, organisasi, system politik,
demokrasi, konstitusi, bargaining, birokrasi, dan patron-client, kepemimpinan
dan korupsi; kesemuanya itu perlu dikuasai untuk menulis sejarah politik.
3.
Antropologi
Disini akan
ditekankan pada symbolic anthropology
meskipun ada social anthropology.
Konsep-konsep yang perlu diketahui diantaranya ialah symbol, system
kepercayaan, folklore, tradisi besar, tradisi kecil, enkulturasi, inkulturasi,
primitive dan agraris; berguna ketika menulis tentang sejarah kebudayaan.
4.
Ekonomi
Sejarawan yang
akan melakukan penulisan sejarah
ekonomi, harus menguasai konsep ilmu ekonomi meskipun sederhana. Konsep-konsep seperti ekonomi makro, ekonomi
mikro, ekonomi pembangunan, pemasaran, inflasi, devaluasi, agio, upah, gaji,
biaya, bunga, nilai tambah, harga dan sewa harus dikuasai.
5.
Demografi
Yang harus diketahui
oleh sejarawan, yang bukan demografer, demografi sebenarnya masih dalam
jangkauan. Dengan membaca buku-buku
demografi orang akan mendapat feeling apa yang termasuk permasalahan
demografi. Konsep sederhana, seperti
perkembangan penduduk, sensus, proyeksi, fertilitas, mortalitas, morbiditas,
umur, jenis kelamin dan migrasi harus dikenal karena dapat membantu sejarawan
dalam penelitan sejarah.
FAKTA SEJARAH
A.
Pendahuluan
Fakta merupakan unsur utama dalam
penyusunan sejarah. Tanpa fakta tentu
saja sejarah tak mungkin disusun. Sejarawan mempunyai kebebasan dalam
rekonstruksi. Yang mengikat sejarawan
hanyalah fakta dan tema yang dipilih sejarawan.
Adapun cara merekonstruksi fakta yaitu:
1.
Sumber sejarah, yaitu
tulisan yang memuat suatu peristiwa sejarah
2.
Pelaku sejarah, yaitu
orang yang secara langsung terlibat dalam pergulatan sejarah
3.
Saksi sejarah, yaitu orang
yang mengetahui suatu peristiwa sejarah, tetapi tidak terlibat secara langsung.
B.
Hakekat Fakta
Fakta mewakili sesuatu yang benar-benar ada atau yang telah
terjadi di masa lampau. Aktivitas
individu, tanggal peristiwa, lokasi tempat, ukuran obyek semuanya adalah fakta. Pernyataan berupa fakta adalah proposisi yang
dapat dibuktikan. Kebenarannya tergantung pada kehadiran bukti empiris. Kebenaran atau kesalahan pernyataan dari
fakta dapat dibuktikan oleh siapa saja yang ingin melakukannya. Fakta menunjuk ke hal yang khusus daripada ke
hal universal. Konteks dimana
fakta-fakta tersebut digunakan sangat berperan penting dalam menentukan
fakta-fakta mana yang penting untuk dipelajari.
C.
Definisi Fakta
Definisi fakta dalam pemakaian sehari-hari yaitu apa yang
benar-benar telah terjadi dan fakta sebagai bukti-bukti dari apa-apa yang telah
benar-benar terjadi. Namun, definisi
tersebut bukanlah definisi yang tepat.
Secara singkat, dapat dijelaskan bahwa fakta adalah kesimpulan yang
diperoleh dari bukti-bukti sejarah yang telah diuji kebenarannya (heuristik dan
kritik). Masalah kebenaran fakta
bermunculan dikalangan sejarawan.
Persoalan sebenarnya yang dihadapi oleh sejarawan ialah bagaimana cara-cara
yang bisa ditempuh sejarawan untuk membuktikan bahwa apa-apa yang telah disimpulkan
itu menggambarkan peristiwa sebenarnya.
D.
Teori Kebenaran Korespondensi dan Koherensi
Ada dua teori
kebenaran yang biasanya bisa dikaitkan dengan usaha pengujian kebenaran fakta
tersebut, yaitu:
1.
Teori kebenaran
korespondensi (correspondence theory of truth)
Teori korespondensi menyatakan bahwa
sesuatu itu (suatu pernyataan) benar apabila sama dengan realitasnya (apa yang
benar-benar telah terjadi). Realitas
dalam konteks sejarah adalah apa yang ada dalam uraian terdahulu disebut res
gestae, yaitu apa yang benar-benar telah terjadi, suatu kenyataan seperti apa
adanya yang tidak tergantung pada orang yang menyelidikinya, jadi adanya itu
baik ada orang yang memikirkan ataupun tidak.
2.
Teori kebenaran koherensi
(coherence theory truth)
Teori
koherensi menyatakan bahwa sesuatu itu (suatu pernyataan) benar jika cocok
dengan pernyataan-pernyataan lain yang pernah diucapkan atau dinyatakan dan
kita terima kebenarannya. Dasar pokok
teori ini adalah bahwa pengetahuan bersifat sistematis. Menurut teori koherensi fakta itu bukanlah
sesuatu yang ada absolut, artinya dia ada apakah ada atau tidak campur tangan
manusia, jadi sebagai sesuatu yang seolah-olah ada di suatu tempat dan kita
saksikan atau kita pungut setiap saat kita menghendakinya serta sesuatu yang
harus dibangun terlebih dahulu. Fakta
pada dasarnya adalah suatu pernyataan karena merupakan suatu konklusi saja dari
suatu proses berpikir.
E.
Fakta dan Nilai
Dalam
menghadapi fakta orang sering diarahkan oleh suatu penilaian (judgement),
artinya menentukan fakta itu berdasarkan nilai tertentu, terutama nilai
etik. Disamping nilai etik, ada nilai
agama, kelas sosial, rasial, etnisitas, seksual, ideologis dan lain sebagainya.
Faktor
subyektif dalam fakta sering berasal dari nilai-nilai tersebut. Norma dan nilai berperan pada penyeleksian
fakta dan penginterpretasiannya. Faktor
nilai menentukan relevansi fakta terhadap konteks, juga kesepihakan,
partisanship (sikap berat sebelah) dalam menggarap fakta. Apabila nilai-nilai dibiarkan mempengaruhi
pengolahan fakta, maka subyektivisme merajalela bahkan kejujuran ilmu pun mulai
terlanggar.
Fakta
tidak perlu diwarnai dengan maksud yang disesuaikan dengan selera atau nilai
subyektif, tetapi diungkapkan seperti apa adanya, terlepas dari segala
kepentingan pribadi, golongan, ras, partai agama dan lain sebagainya.
Diperlukannya distansi (penjarakan) antara penulis dan kekuasaan serta
kepentingan yang sedang mempunyai kedudukan dan memegang kekuasaan.
Distansi
juga dilakukan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan yang universal. Fakta yang terlepas dari nilai itu tetap
perlu dinyatakan sebagai fakta sejarah.
Dalam
rangka penulisan sejarah, diperlukannya pemakaian sumber-sumber dan
penyeleksian fakta-fakta yang sesuai dengan tema yang akan ditulis. Koherensi dalam konstruk sejarah menuntut
agar fakta mempunyai fungsi tertentu, sehingga dengan sendirinya fakta yang
tidak berfungsi tidak dapat dicantumkan dalam konstruk.
PERIODISASI SEJARAH
Pembagian waktu merupakan pokok cerita sejarah. Pembagian atas dasar pengelompokan ini,
babakan dan waktu tertentu di dalam sejrah disebut: babakan waktu atau pembagian waktu (waktu
sejarah dibagi-bagi, dihimpun dna disusun dalam beberapa zaman), serialisasi
(dari bahasa Inggris “serialization”, serial=babak) atau periodisasi (dari
bahasa belanda “periodesering” periode=babak).
Babakan waktu memberi bentuk dan corak cerita sejarah. Dasar-dasar penyusunan babakan waktu terletak
pada pengaruh pandangan hidup sejarawan
Kajian periodisasi sejarah
melalui konsep ruang (dimensi spasial). dan konsep waktu (dimensi
tomperer). Mengungkap ikhtisar sejarah
dapat melalui jiwa, pola, dan struktur urutan kejadian. Ikhtisar sejarah disusun berdasarkan
perkembangan politik, perekonomian, kesenian, agama, sosial budaya dan
lain-lain. Ikhtisar sejarah berguna
untuk mengadakan tinjauan menyeluruh terhadap peristiwa-peristiwa dan saling
berhubungan dengan berbagai aspek.
Jenis-jenis periodesasi yaitu (1) abad, (2) pergantian dinasti
dan (3) kategori sejrah politik. Pedoman
yang digunakan untuk periodisasi yaitu; (1) keyakinan, (2) pandangan hidup, (3)
filsafat, dan (4) agama.
A.
Tujuan Periodisasi Sejarah:
a. Memudahkan pengertian
b. Melakukan penyederhanaan
c. Memenuhi persyaratan sistematika ilmu pengetahuan
d. Klasifikasi dalam ilmu sejarah
Dengan tujuan pembabakan
waktu ini, maka akan jelaslah kerangka ceritanya dan kerangka cerita ini
merupakan penjelmaan pandangan hidup, dasar filsafat serta tafsiran
sejarawan. Sebab tanpa penjelasan dan
tafsiran, fakta-fakta masa lalu akan menjadi kronik, amal atau catatan
detik-detik peristiwa.
B.
Kriterium Babakan waktu
Beberapa faktor yang dijadikan dasar kriterium antara lain
sebagai berikut:
a. Faktor geografis, menunjukkan lokasinya
b. Faktor kronologis, menunjukkan waktu
c. Babakan waktu atas dasar dinasti, keluarga raja atau Wamca
d. Pembagian atas dasar agama
e. Babakan waktu yang melukiskan perjuangan manusia
f. Babakan waktu atas dasar ekonomi: melukiskan kehidupan manusia
sebagai homo ekonomikus.
g. Pembabakan waktu atas dasar evolusionisme, melukiskan gerak maju
manusia menuju kesempurnaan hidup
h. Faktor produksi sebagai dasar babakan waktu.
Contoh babakan perkembangan manusia
(versi di Eropa), sebagai berikut:
a. Pra sejrah
b. Kebudayaan kuno
c. Bangsa-bangsa Stepa/Nomads
d. Eropa Kuno (mengenal bahasa-bahasa)
e. Yunani, Romawi Kuno
f. Agama Budha
g. Agama Zaman Al-Masih
h. Agama Nasrani di Timur Tengah
i.
Agama Islam
j.
Kerajaan Allah
k. Kerajaan manusia (1400-1800)
l.
Zaman Mesin berkuasa (abad
ke-19)
m. Zaman Massa berkuasa (abad ke-20)
Tipe Babakan melukiskan zaman tertentu:
a. Zaman sebelum ada tulian
b. Permulaan sejrah
c. Sejarah kuno sebelum agama nasrani
d. Zaman agama nasrani berkembang
e. Zaman pertumbuhan agama protestan dan kapitalisme
f. Zaman revolusi industri, ekspansi, kolonialisme dan
imperialisme.
C.
Babakan Waktu Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia dengan sendirinya akan menyangkut kehidupan
bangsa Indonesia sebagai keseluruhan dan kesatuan wilayah yang seutuhnya,
sehingga tidak mengherankan apabila Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan
UUD 1945 ditetapkan sebagai dasar interpretasi sejarah Indonesia. Hal ini tidak perlu diragukan lagi, karena
Pancasila sebagai filsafat mempunyai nilai-nilai universal seperti ke-Tuhan-an yang
Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Adapun sejarah
Indonesia itu melalui beberapa Zaman dibagi atas tiga babakan waktu. Pertama, zaman praehistoria, bermula sejak
terbentuknya Nusa dan Tubuh Indonesia dan berakhir ketika sejarah tentang
bangsa Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan bahan-bahan tulisan, yaitu pada
permulaan tarikh Masehi. Kedua yaitu
zaman protohistoria (mula sejarah) yang bermula pada permulaan abad VII. Semenjak itu bermulalah zaman historia sampai
kepada zaman sekarang. Ujung pangkal
ketiga zaman tersebut di atas tidaklah sama di seluruh dunia, karena
berhubungan erat dengan pemakaian huruf atau aksara yang memang tak sama pada
berbagai daerah peradaban sejarah.
Contoh
babakan waktu sejarah Indonesia, menurut buku “Geschiedenis van de Nederlandsch Oost-Indische Bezettingen 1972”,
karangan J-J. Meinninsma
1. Nederlandisch-Indie sebagai milik VOC
a)
Penegakan pemerintah
Belanda di Hindia Timur (1605-1678)
b)
Perluasan kekuasaan
Nederland di Hindia Timur (1678-1757)
c)
Keruntuhan kekuasaan
Nederland di Hindia Timur (1757-1800)
2. Nederlandsch-Indie sebagai milik Negara Nederland
a)
Jatuhnya pemerintah
Belanda dan masa peralihan (1800-1816)
b)
Pemerintah Belanda
(1816-1836)
c)
Perluasan kekuasaan
Nederland di Kepulauan Hindia (1832-1872)
“Geschiedenis van Indonesia” karangan
H.J. de Graaf 1949.
1. Orang Indonesia dan Asia Tenggara
a)
Zaman Hindu
b)
Zaman penyiaran Islam
2. Bangsa Barat di Indonesia (1511-1800) yaitu sejarah VOC
3. Orang Indonesia di zaman VOC (1600-1800)
4. VOC di luar Indonesia
5. Orang Indonesia di dalam lingkungan Hindia-Belanda (sesedah
1800)
Dalam”6000 Tahnun
Sang Merah Putih”, babakan waktu sejrah Indonesia mula-mula mendapat perwujudan
sebagai berikut:
1. Zaman pra-sejarah
2. Zaman proto historis
3. Zaman Sriwijaya- Syailendra
4. Zaman Singosari-Majapahit
5. Zaman penyusunan kemerdekaan Indonesia
6. Abad proklamasi kemerdekaan
Kemudian mengalami perubahan perumusan sebagai berikut:
1. Zaman pra-sejarah
2. Zaman proto sejarah
3. Zaman nasional
4. Zaman internasional
5. Abad proklamasi
Babakan waktu berdasarkan kebangsaan mempunyai cirri-ciri:
1. Menonjolkan kesatuan bangsa
2. Melukiskan kebesaran dan kejayaan Negara
3. Bersumber dan berpangkal kepada kesaktian, kesatuan dan
kebesaran
Babakan waktu sejarah
atas dasar kebangsaan hendaknya disusun dengan memperhatikan syarat ilmiah universal
dan obyektif.
ILMU SEJARAH DAN PENGAJARAN SEJARAH
A.
Kendala Dalam Pengajaran Sejarah
Sejarah berbicara tentang rangkaian
perkembangan peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia di waktu yang lampau
dalam berbagai aspeknya. Selanjutnya pengajaran
sejarah berarti membawa rangkaian perkembangan peristiwa kehidupan manusia itu
ke dalam kelas untuk diinformasikan serta disimak oleh murid-murid. Namun
hal itu bukanlah masalah yang sederhana, karena harus menghadapi
berbagai kendala, yaitu:
1.
Guru tidak mungkin membawa
fakta sejarah ke dalam kelas untuk diamati dan diperiksa secara langsung. Ini berarti bahwa fakta sejarah sukar
diragakan secara langsung di hadapan murid.
Karena itu fakta sejarah hanya bisa diimajinasikan. Selain dikarenakan peristiwanya yang telah terjadi (di waktu yang lampau), tetapi
juga menyangkut aktivitas manusia yang memiliki unsur dalam (menyangkut motif,
maksud, rencana, gagasan yang kemudian diekspresikan ke luar dalam bentuk
tingkah laku) yang memerlukan kemampuan imajinasi untuk bisa menangkap atau
menghayatinya. Sehingga guru sejarah
harus menyampaikan sesuatu yang memang pada dasarnya bersifat abstrak. Guru sejarah perlu mengembangkan cara-cara
pendekatan mengajar yang bisa membantu murid menangkap peristiwa sejarah secara
lebih bermakna.
2.
Perhatian guru sejarah
harus tertuju pada cara memandang sejarah secara histroris, yaitu melihat masa
lampau sebagai sesuatu yang memang benar-benar telah terjadi, terlepas dari
bagaimana efeknya bagi kehidupan kita sekarang atau bagaimana kita mungkin
memberi penilaian terhadap peristiwa masa lampau tersebut. Namun, tanpa mengurangi usaha untuk mencapai
fakta yang benar, patut disadari pula bahwa dalam pengajaran sejarah perlu ditekankan
kegunaan praktis dari sejarah yaitu cara memandang masa lampau yang lebih
ditekankan dari sudut efek praktisnya bagi kehidupan manusia yang memandangnya.
3.
Guru sejarah hakekatnya
berhadapan dengan peristiwa sejarah yang bersifat khusus (unik) dan sekaligus
juga peristiwa sejarah sebagai kejadian massal.
Dengan demikian guru sejarah dihadapkan dengan peristiwa sejarah yang
bervariasi secara kontinum, dari yang bersifat khusus sampai ke yang bersifat
massal. Dan dalam hubungannya dengan
tujuan pengajaran, yang perlu lebih diperhatikan adalah peristiwa sejarah yang
bersifat massal (disamping peristiwa khusus) karena melalui kejadian-kejadian
massal itulah mungkin dibuat generalisasi yang bisa ditonjolkan sebagai
pegangan untuk menghadapi masa kini dan masa yang akan datang.
4.
Masalah pembaharuan
pengajaran sejarah.
Praktek-praktek
pengajaran sejarah yang berlaku selama ini sering dicap sebagai hafalan yang
didoinasi oleh situasi “too much chalk and talk and by a lack of involvement of
children in their own learning”. Dalam
usaha mencari alternatif-alternatif dalam pembaharuan pengajaran sejarah perlu
diperhatikan beberapa prinsip dasar seperti:
a.
Perlunya menekankan
sasaran proses belajar yang berorientasi ke arah tujuan masa depan dalam
mempelajari masa lampau.
b.
Pengajaran sejarah juga
harus mengambil makna atau nilai msa lampau secara dinamis, bukannya statis
c.
Perlunya ditekankan
pendekatan keterampilan proses dalam kegiatan belajar mengajar sejarah
d.
Perlunya mengembangkan
suasana belajar yang lebih banyak melibatkan murid, yan berarti pula menekankan
aktivitas serta kreativitas murid dengan pendekatan “Cara Belajar Siswa Aktif”
(CBSA). Beberapa prinsip yang perlu
diperhatikan dalam perwujudan CBSA adalah: (1) Prinsip motivasi, (2) Prinsip
latar atau konteks, (3) Prinsip keterarahan pada titik pusat atau fokus
tertentu, (4) Prinsip hubungan sosial atau sosialisasi, (5) Prinsip belajar
sambil bekerja, (6) Prinsip perbedaan perorangan atau individualisasi, (7)
Prinsip menemukan, dan (8) Prinsip pemecahan masalah.
5.
Pendekatan baru dalam
pengajaran sejarah.
Saat
ini, perlu dikembangkan pendekatan
“baru” dalam pengajaran sejarah, yang barangkali bisa dikatakan mengarah pada
apa yang dirumuskan oleh R. Douch sebagai ...”the need for children to be
involved in history and that they should see it not as a film which they simply
watch, but as a continuing play in which they themselves are actors”. Atau seperti yang lebih tegas dirumuskan oleh
Ian Steele sebagai suatu kecenderungan baru dalam pengajaran sejarah, yaitu
membawa siswa untuk melakukan kegiatan yang menyerupai gaya seorang sejarawan
profesioal, dalam mana ditekankan kegiatan sejarah lokal sebagai suatu
pendekatan khusus yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
B.
Manfaat dari mengajarkan sejarah
Pendidikan
mencerminkan dua unsur pokok dari proses dasar kehidupan sosial manusia yang
tidak lain adalah proses sosialisasi dan enkulturasi. Sedangkan
sejarah adalah dasar bagi terbinanya identitas nasional yang meupakan
salah satu modal utama dalam membangun bangsa, masa kini maupun diwaktu yang
akan datang. Selain itu, sejarah
berfungsi mengabadikan pengalaman masyarakat di waktu yang lampau, yang
sewaktu-waktu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam memecahkan
problem-problem yang dihadapinya.
Melalui sejarahlah nilai-nilai masa lampau dapat dipetik dan
dimanfaatkan untuk menghadapi masa kini, karena tanpa masa lampau orang tidak
akan mampu membangun ide-ide tentang konsekuesi dari apa yang dia lakukan.
Sejarah
merupakan salah satu sumber kekuatan bagi berfungsinya sarana utama untuk mewujudkan
cita-cita nasional yang efektif. Proses
pendidikan tidak bisa berjalan sebagai mana mestinya tanpa dukungan sejarah,
sebab sejarahlah yang pada hakekatnya memberikan bahan-bahan bagi terlaksananya
proses pengembangan daya-daya manusia yang menjadi inti pendidikan
tersebut. Namun sejarah belum akan
berfungsi dalam proses pendidikan apabila belum adanya kesadaran sejarah,
karena kesadaran sejarah menjadi dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah
dalam proses pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar