GUNA SEJARAH
Sejarah
itu berguna secara intrinsik dan ekstrinsik.
Secara intrinsik, sejarah itu berguna sebagai pengetahuan.
Seandainya sejarah tidak ada gunanya secara ekstrinsik, yang berarti
tidak ada sumbangannya di luar dirinya.
A.
GUNA INTRINSIK
Ada setidaknya empat
guna sejarah secara intrinsik, yaitu:
1.
Sejarah sebagai ilmu
Sejarah sebagai ilmu
dapat berkembang dengan berbagai cara yaitu:
a. Perkembangan
dalam filsafat
b. Perkembangan
dalam teori sejarah
c. Perkembangan
dalam ilmu-ilmu lain
d. Perkembangan
dalam metode sejarah
2.
Sejarah sebagai cara mengetahui masa
lampau
Ada setidaknya dua
sikap terhadap sejarah setelah orang mengetahui masa lalunya, yaitu:
a.
Melestarikan, melestarikan masa lampau
karena menganggap masa lampau itu penuh makna
b.
Menolak, menolak masa lampau karena
menganggap masa lampau sebagai sebuah hambatan dalam suatu masyarakat. Contoh:
kehadiran kerajaan Surakarta dan Mangkunegara.
3.
Sejarah sebagai pernyataan pendapat
Banyak penulisan
sejarah yang menggunakan ilmunya untuk menyatakan pendapat. Contoh dalam penulisan sejarah Amerika, yang
mempunyai dua aliran yaitu:
a. Konsensus
Aliran yang menekankan
konsensus diantaranya terdapat dalam tesis garis depan dan tesis tentang
individualisme.
b. Konflik
Aliran yang menekankan
konflik bisaanya mengajukan tesis persengkongkolan (conspiracy).
4.
Sejarah sebagai profesi
Tidak
semua lulusan sejarah dapat tertampung dalam profesi kesejarahan. Semua profesi
kesejarahan tentu saja memerlukan orang yang dapat menulis sejarah, tetapi kita
tidak dapat mengharapkan semua orang untuk mempunyai idealisme. Mereka dianjurkan untuk memhubungi MSI
(Masyarakat Sejarawan Indonesia).
B.
GUNA
EKSTRINSIK
1.
Sejarah sebagai pendidikan moral
Banyak
memberikan contoh tentang benar dan salah, baik dan buruk, cinta dan benci,
berhak dan tidak, merdeka dan terjajah dermawan dan pelit serta berani dan
takut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.
Sejarah sebagai pendidikan penalaran
Sejarah
harus berpikir plurikausal, yang menjadi penyebab itu banyak hal, bukannya monokausal,
pikiran yang menyatakan bahwa sebab terjadinya peristiwa itu hanya satu. Dengan kata lain sejarawan harus berpikir
secara multidimensi, melihat segala sesuatu dari banyak segi. Menjadi sejarawan juga memaksa orang menjadi
penyabar.
3.
Sejarah sebagai pendidikan politik
Pada
zaman Orde Lama ada indoktrinasi.
Indoktrinasi itu dilakukan pada organisasi dan melalui sekolah. Tujuan dari pendidikan politik ialah dukungan
atas politik kekuasaan dengan mendorong perbuatan-perbuatan revolusioner dan menyingkirkan
kaum kontrarevolusi. Zaman Orde Baru
kita mengenal penataran-penataran dengan tujuan pembangunan. Tentu saja tujuan, intensitas, dan materi
berbeda-beda, tetapi semua dapat dimasukkan dalam pendidikan politik. Hal ini bertujuan untuk mengenalkan ideology
Negara serta hak dan kewajiban warga Negara.
Kita
dapat menulis sejarah pendidikan politik di Indonesia yang sumbernya berasal
dari bahan-bahan tertulis mengenai sejarah organisasi yang digunakan oleh para
kader.
4.
Sejarah sebagai pendidikan kebijakan
Sejarah
semacam ini diperlukan oleh semua lembaga penelitian. Untuk menentukan suatu kebijakan dibutuhkan
pandangan tentang lingkungan alam, masyarakat dan sejarah. Sementara lingkungan alam dapat dipenuhi oleh
ilmu-ilmu lingkungan dan masyarakat oleh ekonomi, sosiologi, antropologi dan
politik, pandangan berdasar waktu hanya dapat dipenuhi oleh sejarah.
Misalnya,
kita akan membuat peraturan tentang otonomi daerah. Kita tidak akan tahu hasilnya, andaikata
undang-undang tentang otonomi dibuat tanpa mengetahui kebijakan serupa di masa
lampau
5.
Sejarah sebagai pendidikan perubahan
Pendidikan
perubahan diperlukan oleh politisi, ormas-ormas, usaha-usaha bahkan
pribadi-pribadi.
Kaum
politisi yang tidak dapat mengantisipasi gelagat perubahan akan
ketinggalan. Untuk dapat melestarikan
kepemimpinan, perlu diketahui perubahan apa yang sedang dialami oleh para
pengikut.
Ormas-ormas
juga mengenalkan kepada anggotanya perlunya pengelolaan perubahan, dengan
maksud agar anggota terhindar dari konservatisme atau radikalisme.
Badan-badan
usaha, maju mundurnya perusahaan, keberanian atau ketakutan ekspansi sangat
tergantung pada kelihaian pimpinannya dalam membaca perubahan.
Untuk
pribadi, membaca autobiografi dan biografi tokoh-tokoh akan member inspirasi
untuk melangkah.
6.
Sejarah sebagai pendidikan masa depan
Indonesia
dapat belajar segala hal dari negara-negara yang telah maju dalam bidang-bidang
tertentu. Contohnya saja dari negara-negara
yang sudah memasuki pascaindustrial, diantaranya ditandai dengan semakin
banyaknya jaminan social dan menghilangnya proletariat, Indonesia dapat belajar
dalam pengelolaan masyarakat.
Kita
harus banyak membaca sejarah negara-negara lain, bukan karena teknologinya yang
lebih maju yang dengan mudah dapat diserap, tetapi yang lebih penting ialah
belajar organisasi sosialnya. Kita juga bisa
belajar bagaimana dalam waktu yang relatif singkat dapat mengangkat ekonomi
bumiputra.
7.
Sejarah sebagai pendidikan keindahan
Saat
membaca sejarah Indonesia, kita diminta untuk membuka hati dan perasaan. Sehingga timbul rasa bangga dan cinta
terhadap sejarah tanah air. Sangat
disayangkan, Indonesia masih tertinggal dalam pendidikan untuk mencintai tanah
air lewat keindahan sejarah.
8.
Sejarah sebagai ilmu bantu
Sejarah
dapat mengantarkan orang secara baik, karena sejarah memberikan bantuan untuk
berbagai macam disiplin. Contohnya, belajar
sejarah penting untuk ilmu-ilmu kehutanan dan kedokteran. Untuk dapat mengelola hutan dengan baik perlu
dipelajari sejarah pengelolaan hutan dimasa lampau, di samping belajar
konsep-konsep baru seperti hutan sosial.
Demikian juga untuk kedokteran masyarakat, penanggulangan epidemi di
masa lalu penting untuk dapat diketahui.
9.
Sejarah sebagai latar belakang
Sejarah
juga perlu untuk seni. Kebangkitan novel
sejarah pada abad ke-19 tidak dapat terjadi tanpa kemajuan dalam penulisan
sejarah. Di Indonesia, Abdul Muis tidak
mungkin menulis novel tentang Robert, anak Surapati, tanpa mengetahui sejarah
Untung Surapati. Eros Djarot tak akan
sanggup membuat film Tjut Nyak Dhien tanpa
membaca sejarah Aceh.
Orang
tak akan sanggup membuat diorama tanpa belajar sejarah. Tokoh, peristiwa, dan suasana sejarah dapat
menjadi latar belakang kesenian.
10. Sejarah
sebagai rujukan
Sejarah
dapat digunakan sebagai rujukan atau referensi oleh siapapun. Contohnya, untuk mengetahui kecenderungan
reaksi kelompok social tertentu terhadap inovasi, para perencana pembangunan
dapat belajar banyak dari sejarah pembangunan di tempat lain. Penyebaran keluarga
berencana di Indonesia yang dapat ditiru oleh Bangladesh karena mempunyai
kebudayaan yang sama.
11. Sejarah
sebagai bukti
Sejarah
dapat dijadikan bukti atas peristiwa tertentu, dan sejarah selalu dipakai untuk
membenarkan perbuatan. Contohnya saja antara
Jepang dan China yang mempermasalahkan mengenai pendudukan.
Pemerintah Orde
Baru juga menggunakan bukti-bukti sejarah atas keberhasilan pembangunan untuk
tetap memelihara stabilitas nasional dan mempertahankan Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar